Dalam Pemilu 2014 mendatang, sepertinya kompetisi antar
partai politik (parpol) dan calon
legislatif (caleg) akan semakin panas dan ketat untuk merebutkan kembali suara rakyat. Parpol atau caleg
juga harus bekerja keras merayu kepercayaan rakyat di tengah kecenderungan apatisme
politik dan golput. Terlebih apabila muncul berbagai produk kompetitif berupa konsep, program solutif
dan gagasan unik yang ditawarkan oleh rival-rival parpol atau caleg lainnya. Maka dibutuhkan strategi
pemasaran yang unik agar parpol tidak khawatir akan ditinggalkan masyarakat
pemilih.
Dengan adanya
sebuah strategi yang baik, diharapkan proses pemasaran (kampanye) tidak monoton dengan satu gaya marketing saja. Karena itu,
perlu upaya sedemikian
rupa agar masyarakat tidak bosan
dengan gaya-gaya jualan parpol saat kampanye nanti. Maka, jangan sepelekan strategi pemasaran.
Di era lama, dikenal istilah marketing 1.0 (baca one point o)
yaitu produk sebagai raja. Salah satu ciri dari era ini adalah terjadinya
komunikasi hanya satu arah. Konsemen tidak diberi ruang untuk komentar atau
memberi tanggapan. Dan strategi pemasaran dilakukan dengan cara seperti
membagi-bagi brosur kepada siapapun di manapun, menganggap konsumen itu sama
atau rata-rata sama, dan bergantung pada iklan sehingga biaya iklan sangat
tinggi, serta berusaha memuaskan pelanggan.
Namun, di era teknologi komunikasi sebenarnya ada beberapa yang sudah
bergeser diantaranya: pertama, pasar saat ini sudah mulai jenuh dengan
banjirnya brosur, iklan dimana-mana. Kedua, era internet telah merubah perilaku pasar
menjadi horizontal, yang dulu sangat percaya dengan brosur, sekarang di era teknologi mereka juga butuh “komentar” orang lain yang menggunakan produk, dan keluhan akan sebuah produk. Atau dikenal dengan istilah marketing 2.0
(baca two point o) yaitu tentang konsumen sebagai raja. Salah satu ciri
dari era ini adalah terjadinya komunikasi dua arah, konsumen diberi ruang untuk
memberikan komentar/ tanggapan terhadap produk. Di
masa ini, pelayanan kepada konsumen lebih ditekankan. Kepuasan dan kesetiaan
konsumen adalah titik kulminasi tertinggi yang ingin dicapai semua produsen.
Strategi
merayu
Melihat hal ini, maka beberapa hal yang
perlu diperhatikan oleh parpol/caleg bahwa gerakan banjir brosur, iklan,
baliho, dan spanduk itu mengakibatkan perubahan persepsi di masyarakat (jenuh
dan bosan). Belum lagi adanya pembatasan zona steril atribut parpol oleh
Pemerintah Daerah seperti di Kota Tangsel melalui Surat Keputusan (SK)
Walikota Tangsel yang menetapkan ruas jalan yang tidak boleh dipasang alat
peraga kampanye pemilu legislatif Kota Tangsel di 18 lokasi tahun 2014. Sehingga kecenderungan saat ini yang bisa dipelajari diantaranya:
Pertama, jangan selalu berfikir
masalah dalam skala yang sangat besar atau bahkan semuanya. Cobalah garap kantong-kantong suara yang selama ini belum disentuh oleh
parpol/caleg seperti perumahan-perumahan menengah/elit. Menurut Iman Perwira
Bachsan, Ketua KPU Kota Tangsel dalam sebuah diskusi mengatakan tingkat
partisipasi warga perumahan dalam pemilu legislatif (pileg) sangat rendah tidak
sampai 20 persen.
Alasan mengapa warga perumahan tidak memilih, bisa jadi karena tidak terlibat (apatis) dan tidak tahu parpol/ caleg mana yang
akan mereka pilih. Seringkali kita apatis karena
tidak tahu apa manfaatnya. Kita menganggap itu perbuatan yang sia-sia, karena
itulah kita memilih menjadi apatis. Untuk orang seperti ini, kita hanya perlu
mendidik mereka dan berdialog saja. Dan untuk alasan kedua tim sukses atau
kader partai bisa melakukan word of mouth untuk menanamkan imej yang baik kepada
masyarakat tentang parpol/ caleg yang diusung.
Dari pada menggarap kampung – kampung yang sudah
digarap oleh parpol/caleg lain. Lebih baik
menggarap potensi suara di perumahan-perumahan yang memang butuh sekali
sosialisasi produk kampanye parpol/ caleg. Hal ini juga sebagai upaya untuk
mengurangi angka golput, juga bagian dari tugas parpol untuk meningkatkan
partisipasi politik dan memberikan pendidikan politik yang benar kepada
masyarakat.
Kedua, karena adanya banjir brosur, spanduk dan
baliho, segera keluar dari umumnya. Kredebilitas sumber iklan menjadi sangat
penting saat ini. Siapa yang mengatakan parpol/ caleg ini anti korupsi, program
solutif dan pro rakyat? Bu RT, Bu lurah, teman, artis iklan, tokoh masyarakat,
tokoh komunitas, pakar, pengamat? Libatkanlah kredebilitas sumber iklan Anda.
Ketiga, banyaknya brosur yang mengatakan produk
mereka hebat dan menjadikan citra produk – produk
menjadi kabur. Terkadang kita masih menemukan konten tools sosialisasi parpol/ caleg seperti pamflet atau brosur dibuat
satu paket tanpa memperhatikan segmen yang akan mereka bidik. Padahal, brosur
sosialisasi untuk kalangan orang tua dan anak muda itu dibuat berbeda. Misal,
untuk kalangan orang tua maka gunakan huruf sedikit besar, pesan yang disusun
jangan massal, gambar dan testimoni diperbanyak, jangan gunakan tinta warna
warni yang mencolok, gunakan bahasa yang sangat santun. Hal ini tentu berbeda
dengan segmen anak muda.
Optimalkan Internet Marketing
Mengoptimalkan
upaya dan strategi pemasaran merupakan faktor terbesar yang akan mempengaruhi
kesuksesan dalam kampanye. Kita jangan hanya terpaku dan merasa puas dengan
strategi pemasaran melalui tools marketing
seperti brosur, stiker, pamflet, spanduk, baliho saja. Saat ini
marketing telah berkembang seiring dengan perkembangan teknologi. Aktivitas
marketing menjadi lebih luas dengan adanya internet. Penggunaan internet dan
fasilitas yang ada di dalam internet untuk melakukan aktivitas marketing
dikenal sebagai e-marketing (Kleindl dan Burrow, 2005).
Dan keuntungan
yang dapat diberikan dengan adanya penggunaan E-marketing ini menurut Jamal (1996:18) yaitu: mampu
menjangkau berbagai konsumen dalam suatu lingkungan yang belum dipenuhi oleh
pesaing, dan target adalah konsumen yang telah terbagi ke dalam kelompok dan
mengembangkan dialog berkelanjutan.
Bahkan, perkembangan internet memang semakin
meningkat apalagi munculnya teknologi web 2.0. Teknologi yang berhasil mengubah
paradigma internet dari yang semula begitu 'angkuh', karena statis, pasif dan
satu arah, menjadi demikian cool, fun
dan interaktif. Contoh web 2.0 adalah blog, facebook, twitter, youtube, dan
website yang menyediakan kotak komentar dll. Ke depan diprediksi lebih
meningkat lagi sejalan dengan semakin mudah dan murahnya akses internet. Serta
semakin banyak dan murahnya gadget yang dapat membantu mengakses internet.
Apalagi mudahnya akses internet di tempat-tempat publik karena dukungan wifi
gratis.
Mengapa parpol/ caleg harus mengoptimalkan internet
marketing? Karena meningkatnya
jumlah pengguna internet dan mobile web. Menurut Direktur Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan
Informatika (SDPP) Kementerian Komunikasi dan Informatika Budi Setiawan
mencatat sebanyak 44,6 juta pengguna Facebook dan sebanyak 19,5 juta pengguna
Twitter di Indonesia. Dan Antara
melaporkan, sejak data terakhir pada Desember 2011, tercatat jumlah pengguna
internet di Indonesia mencapai 55 juta orang.
Hal ini tentu bisa dimanfaatkan kader partai atau tim
sukses sebagai target konsumen dengan menjadikan mereka sebagai fans atau
follow di sosial media. Kemudian meraka bisa berinteraksi dan mensosialisasikan
program unggulan, ide dan gagasan kreatif parpol/ caleg yang diusungnya. Selain itu, kader parpol atau tim sukses bisa lebih fokus dalam membidik target prospek. Sehingga selama interaksi mereka bisa menyaring akun – akun mana yang
berpotensi menerima dan bersedia menyumbangkan suaranya pada pemilu nanti.
Mahalnya biaya iklan
di media massa seperti televisi dan harian cetak juga menjadi pertimbangan mengapa parpol/ caleg harus memanfaatkan
internet marketing. Sehingga parpol/ caleg bisa mengoptimalkan media sosial
(twitter, FB, youtube, blog) sebagai sarana pemasaran atau kampanye karena
database di FB dan twitter yang sangat targeted, juga memiliki akses
terhadap insight user behaviour (wawasan
perilaku pengguna).
Namun dengan
memiliki jumlah fans saja belum cukup, kader partai atau tim sukses perlu
menggugah interaksi (like, share, comment, retwet). Karena itu mereka perlu menyiapkan bahan atau materi yang tidak ada
habis, setidaknya stok materi hingga memasuki masa pencoblosan.
Tampaknya, jika caleg berambisi ingin jadi, dia
harus all out kampanye untuk dirinya
dari kelurahan ke kelurahan dari ke kecamatan ke kecamatan di dalam satu daerah
pemilihan. Mereka akan mengeluarkan banyak uang untuk kepentingan kampanye,
untuk kepentingan tim sukses mereka, dan untuk kepentingan lobi – lobi khusus
mereka.
Namun dengan memanfaatkan internet
marketing ini biaya mahal untuk bisa menjadi anggota dewan bisa terkurangi. Karena itu,
parpol/ caleg perlu membuat tim sukses yang khusus menangani masyarakat di
dunia maya dengan memanfaatkan secara maksimal teknologi web 2.0 dalam
melakukan proses marketing. Wallahu
a’lam.***
Abu Hylmi
Posting Komentar