Diberdayakan oleh Blogger.
 
Minggu, 17 Februari 2013

PKS KOTA TANGSEL SIAPKAN DIRI HADAPI PEMILU 2014

0 komentar

SERPONG – Tak lama lagi, rakyat Indonesia akan mengikuti hajat besar demokrasi pemilu 2014. Untuk menghadapi pesta rakyat yang digelar tiap lima tahun sekali ini, partai politik (parpol) mulai melakukan konsolidasi jajaran struktural untuk memastikan bahwa mesin partai berjalan dengan baik.

Unggul Wibawa, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Tangsel menyatakan, PKS Kota Tangsel menyadari pemilu 2014 sudah semakin dekat, walau saat ini PKS sedang menghadapi ujian berat, namun kehadiran PKS di tengah – tengah masyarakat Kota Tangsel harus semakin diperluas dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. 

“Kerja – kerja partai tidak akan terpengaruh oleh masalah yang dihadapi partai, namun justru PKS semakin mendapat dorongan ekstra untuk berbuat yang terbaik bagi masyarakat,” ujar Unggul saat memberikan sambutan dalam seminar “Sosialisasi Pemilu 2014” di Restoran Sae Pisan, BSD City, Serpong, Kota Tangsel, Ahad (17/02).

Karena itu, lanjut Unggul, PKS akan mengedepankan kerja-kerja melayani masyarakat, diantaranya program mengadakan bakti sosial yang digelar secara berkala di 54 kelurahan se Kota Tangsel.
“Program ini merupakan bagian dari strategi PKS Tangsel untuk menuju tiga  besar nasional dan unggul di Kota Tangsel,” ungkapnya.

Ustadz Salbini, Ketua Bidang Kebijakan Publik DPD PKS Kota Tangsel menambahkan, meski PKS sedang menghadapi ujian berat, tetapi kerja – kerja partai harus tetap berjalan. Bahkan harus semakin cepat berlari, khususnya saat menghadapi pemilu 2014.

“Bagi PKS, ujian ini merupakan momentum besar untuk konsolidasi spiritual dan struktural. Karena itulah, acara ini menjadi bagian dari konsolidasi kesiapan struktural PKS dalam menyongsong kemenangan di pemilu 2014,” imbuh ustadz yang juga Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Tangsel ini.

Di tempat yang sama, Iman Perwira Bachsan, Ketua KPUD Kota Tangsel, yang hadir sebagai pembicara dalam seminar ini menginformasikan, pada Maret mendatang Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Tangsel akan mengadakan uji publik tahapan pemilu 2014 dengan mengundang parpol peserta pemilu 2014 dan pemerintah kota Tangsel.

“Kami sedang menyiapkan mekanismenya, apakah cukup parpol dan pemkot saja, atau perlu institusi yang lain,” jelasnya.

Acara yang diadakan oleh DPD PKS Kota Tangsel ini diikuti sekitar 120 jajaran pengurus struktur partai mulai dari unsur pengurus DPD PKS Kota Tangsel, anggota Fraksi PKS DPRD   Kota Tangsel, pengurus cabang dan ranting.***[cip]
Read more...
Selasa, 12 Februari 2013

Media Sosial Sebagai Penyeimbang Berita

0 komentar

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dewasa ini telah ‘memaksa’ industri komunikasi untuk menggabungkan media konvensional dan teknologi komunikasi. Hal itu bisa dilihat dari media cetak besar di Indonesia yang memanfaatkan teknologi komunikasi dengan membuat portal berita online. Di dunia barat pun, pengelola media konvensional sudah ketakutan karena media elektronik (internet) sudah mengalahkan media cetak. Sampai-sampai di barat sana ada banyak koran yang mulai bangkrut. Bahkan ada yang memprediksi, bahwa berita media cetak mungkin suatu saat akan punah karena adanya berita media online yang lebih cepat mengakses informasi.

Apalagi sejak mewabahnya pengguna media sosial semacam facebook dan twitter. Tak hanya media online, pengguna media sosial juga berpacu meng-update konten akunnya. Pengguna media sosial seperti facebook dan twitter secara berulang dan berantai melakukan penyebaran berita hangat terkait prahara politik secara massif dan cepat. Demikian pula dengan blogger, dengan cepat mengutip atau sekedar meng-copy paste berita “panas” dari media online untuk menaikkan kunjungan ke “lapak” nya.

Sepertinya media sosial kini sudah menjadi media alternatif untuk menyebarkan berita. Tidak hanya itu, media sosial saat ini juga menjadi penyeimbang bagi media massa yang mendominasi isu pemberitaan yang muncul di masyarakat seperi TV, Koran, Majalah, Radio dan Tabloid. Media sosial mampu menjadi penyeimbang isu negatif bagi kelompok atau topik perbincangan yang santer di media konvensional. Seperti halnya, saat Metro TV beberapa waktu lalu menyiarkan berita bahwa “Rohis Sarang Teroris” maka muncul gerakan di dunia maya 1.000.000 Gerakan Tuntut Metro Tv Minta Maaf Kpd Rohis Se-Indonesia”. Kemudian dilanjutkan ke gerakan offline dengan digelarnya aksi simpatik ribuan aktivis Rohis se-Indonesia yang menuntut agar Metro TV minta maaf. Dari gerakan ini akhirnya mampu memaksa Metro TV minta maaf kepada Rohis (kerohanian islam, eskul tingkat SMP dan SMA), karena Metro TV terbukti ceroboh dan tidak mampu membuktikan keakuratan data beritanya.

Kini, sebagian masyarakat khususnya daerah perkotaan yang melek internet dan mudah mendapat akses berita mulai paham, bahwa industri komunikasi di Indonesia saat ini dikuasi oleh pemimpin partai politik. Sebut saja Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem adalah pemilik Metro TV dan Media Indonesia beserta media onlinenya. Abu Rizal Bakrie, Ketua Umum Partai Golkar adalah pemilik Viva Group (TV One, ANTV, dan vivanews.com). Sebagian masyarakat pun bersyukur saat Harry Tanoe, pemilik MNC Group mengundurkan diri dari Partai Nasdem, karena apa jadinya wajah media massa kita jika hampir semua media massa nasional dimonopoli oleh pimpinan partai politik. Apalagi menjelang Pemilu 2014, apakah media massa yang dikuasai pimpinan partai politik ini bisa adil dan obyektif dalam menyajikan berita, khususnya yang terkait dengan isu politik?

Jika monopoli kepemilikan ini berkembang subur di Indonesia dan suratkabar – suratkabar kuat berhasil mencapai status monopolistik dalam kegiatan bisnis mereka, akankah dunia pers kita kehilangan peranannya sebagai the fourth estate, pilar keempat, setelah tiga pilar lainnya dalam demokrasi yaitu eksekutif, yudikatif, dan legislatif akhir – akhir ini tidak bisa diandalkan? Secara historis, apalagi relevansinya di era reformasi di Indonesia sekarang ini sangat besar, pers sebagai pilar keempat sangat diharapkan untuk dapat menyuarakan keinginan rakyat, yaitu keinginan untuk mencapai kehidupan demokratis yang sebenar – benarnya.

Obyektivitas Berita
Bisakah masyarakat percaya 100 persen terhadap konten berita yang disajikan media mainstream? Kemudian menelan mentah-mentah isi berita tersebut. Menurut saya, percaya 100 persen pada isi berita adalah sesuatu yang berlebihan. Karena awak media juga kumpulan manusia, bukan seperti malaikat yang jauh dari kesalahan dan nafsu. Jadi, dari sisi obyektivitas dan keakuratan berita memungkinkan ada celah kesalahan dalam karya jurnalistik.

Menurut Hikmat Kusumaningrat & Purnama Kusumaningrat dalam bukunya yang berjudul “Jurnalistik, Teori dan Praktek” mengatakan, bagi seorang wartawan, untuk menyusun sebuah laporan atau tulisan yang adil dan berimbang tidaklah sesulit memelihara obyektivitas. Yang dimaksud dengan sikap adil dan berimbang adalah bahwa seorang wartawan harus melaporkan apa yang sesungguhnya terjadi. Unsur adil dan berimbang dalam berita mungkin sama sulitnya untuk dicapai seperti juga keakuratan dalam menyajikan fakta.

Keakuratan sesuatu fakta tidak selalu menjamin keakuratan arti.  Fakta-fakta yang akurat yang dipilih atau disusun secara longgar atau tidak adil sama menyesatkannya dengan kesalahan yang sama sekali palsu. Dengan menyisipkan fakta-fakta yang tidak relevan atau dengan menghilangkan fakta-fakta yang seharusnya ada di sana, pembaca mungkin mendapat kesan yang palsu.

Setidaknya ini yang penulis rasakan, ketika media – media mainstream memberitakan peristiwa yang berkaitan dengan Islam, Ormas Islam dan tokoh Islam terkesan tidak adil (menyudutkan, diskriminatif, dan tendensius) dalam menyajikan isi berita. Terkesan ummat Islam yang selalu dirugikan.

Misalnya, setiap ada berita penangkapan terduga teroris, kebanyakan yang menjadi sumber berita hanya dari pihak kepolisian dan Densus 88 atau pengamat yang sudah sefikroh dengan aparat polisi. Sehingga dalam berita selalu disebutkan para terduga teroris ditembak mati karena melawan atau membawa senjata. Padahal para terduga teroris ini belum dibuktikan di muka pengadilan, namun sudah keburu didor sama Densus 88.

Media juga begitu semangat untuk mem-blouw up ‘wajah sangar’ FPI saat aksi sweeping kemaksiatan. Sehingga dikesankan FPI adalah organisasi anarkis. Tetapi apakah media mainstream mau memberitakan ‘wajah ramah’ FPI, semisal aksi peduli laskar FPI saat banjir Jakarta kemarin?.

Atau media sangat membela aliran – aliran sesat (Ahmadiyah, Syiah dll) saat ummat Islam marah atas penistaan agama yang dilakukan mereka. Media hanya mengulas aliran sesat ini sebagai pihak yang dizholimi oleh mayoritas Ummat Islam. Tanpa berita berimbang mengapa ummat Islam marah terhadap kelompok aliran sesat tersebut.

Begitu juga yang terjadi beberapa pekan ini, sejak ditangkapnya Lutfi Hasan Ishaq (LHI) oleh KPK tanggal 30 Januari 2012, trend perbincangan tentang Partai Keadilan Sejahtera (PKS) melonjak tajam. Ini hampir mendekati angka survei yang dilakukan oleh Win and Wise Communication yang menemukan bahwa percakapan tentang PKS oleh warga di sosial media mencapai angka 1700 percakapan/menit. 

Seperti diketahui, ketika berita penangkapan LHI muncul isunya ikut ditangkap supir Mentan. Ternyata dibantah. Kemudian, yang mau disuap adalah anggota Komisi IV DPR dari PKS. Sekarang jadi LHI yang jelas-jelas bukan di Komisi IV tapi di Komisi I. Hingga sampai media seperti Okezone pun ikut melakukan ketidakobyektifan berita, bahwa LHI ditangkap oleh KPK bersama seorang wanita muda?

Membahas masalah berita tidaklah lengkap jika tidak membahas juga apa yang disebut berita sensasi. Kita sering mendengar orang berkata, “Ah, itu sih sensasi!” Memang, unsur jurnalistik yang paling dikenal orang, bahkan orang awam sekalipun, adalah unsur sensasi itu. Menurut Hikmat Kusumaningrat, perkataan sensasi yang berasal dari perkataan Inggris sensation, dari kata sense, sudah cukup menggambarkan apa yang disebut berita sensasi, yakni berita yang isinya, dan terutama cara mengemukakannya, terlalu didasarkan pada keinginan untuk menarik perhatian, membangkitkan perasaan, emosi. Jadi berita sensasi harus hebat, harus menimbulkan keheranan, ketakjuban, kengerian, pendeknya harus meluapkan berbagai macam perasaan.

Dengan demikian, berita sensasi sedikit sekali didasarkan pada nalar atau samasekali tidak didasarkan pada nalar yang sehat.

Penyeimbang Tirani Informasi
Lalu bagaimana untuk menyeimbangkan pemberitaan media mainstream yang terkadang tidak akurat 100 persen. Dan sering merugikan Ummat Islam?

Mengutip pernyataan Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Atma Jayakarta, Alois A Nugroho yang dimuat di Harian Kompas Kamis (7/2/2013), di halaman dua, mengungkapkan bahwa untuk mengimbangi tirani informasi yang muncul menjelang dan selama pelaksanaan pemilu 2014, masyarakat diminta menggunakan media sosial sebagai alat penyebaran informasi pembanding.

Menurutnya, komunikasi lewat media sosial juga bisa menghimpun gerakan civil society dalam isu tertentu. Tapi harus diingat, gerakan melalui media sosial hanya bisa efektif jika diikuti dengan gerakan offline.

Pada akhirnya, semua parpol perlu melihat fenomena sosial yang ada di media sosial untuk berkaca diri dan mengatur strategi, tak semua kejadian buruk yang menimpa parpol akan serta merta menjatuhkan parpol itu dalam seketika.

Ya, prahara politik PKS bisa jadi bukti, bagaimana media sosial mengalami lalu lintas yang ramai oleh perbincangan politik yang membuat banyak orang bisa terbuka untuk membedah sisi PKS dari seluruh penjuru angin. Baik pengkritik maupun pendukung PKS di media sosial, terlihat secara massif mengirimkan pesan atau isu melalui media sosial, yang membuat PKS dan kasusnya menjadi topik terpopuler.***[cipto apa cipta].
Read more...

Sudahkan Media Mainstream Memenuhi Unsur Layak Berita?

0 komentar

Bisakah kita percaya 100 % terhadap konten berita yang disajikan media mainstream? Kemudian menelan mentah-mentah isi berita tersebut. Menurut saya, percaya 100 % isi berita adalah sesuatu yang berlebihan. Karena awak media juga seperti kumpulan manusia, bukan malaikat yang jauh dari kesalahan dan nafsu.

Bagi seorang wartawan, untuk menyusun sebuah laporan atau tulisan yang adil dan berimbang tidaklah sesulit memelihara OBYEKTIVITAS. Yang dimaksud dengan sikap adil dan berimbang adalah bahwa seorang wartawan harus melaporkan apa yang sesungguhnya terjadi. Unsur adil dan berimbang dalam berita mungkin sama sulitnya untuk dicapai seperti juga keakuratan dalam menyajikan fakta. 

Keakuratan sesuatu fakta tidak selalu menjamin keakuratan arti.  Fakta-fakta yang akurat yang dipilih atau disusun secara longgar atau tidak adil sama menyesatkannya dengan kesalahan yang sama sekali palsu. Dengan menyisipkan fakta-fakta yang tidak relevan atau dengan menghilangkan fakta-fakta yang seharusnya ada di sana, pembaca mungkin mendapat kesan yang palsu.

Setidaknya ini yang saya rasakan, ketika media – media mainstream memberitakan kejadian yang berkaitan dengan Islam atau Ormas Islam terkesan tidak adil (menyudutkan, diskriminatif, dan tendensius) dalam menyajikan isi berita. Terkesan ummat Islam yang selalu dirugikan.

Sebut saja, saat penangkapan teroris, yang menjadi sumber berita hanya dari pihak kepolisian dan densus 88 atau pengamat yang sudah sefikrah dengan aparat polisi. Sehingga dalam berita selalu disebutkan para terduga teroris ditembak mati karena melawan/ membawa senjata. 

Media begitu semangat untuk memberitakan ‘wajah sangar’ FPI saat aksi sweeping. Sehingga dikesankan FPI adalah organisasi anarkis. Tetapi apakah media mainstream mau memberitakan ‘wajah ramah’ FPI, semisal aksi peduli banjir Jakarta kemarin (setahu saja ga ada, yang memberitakan media OL Islam saja). 

Atau media sangat membela aliran – aliran sesat (Ahmadiyah, Syiah dll) saat ummat Islam marah atas penistaan agama yang dilakukan mereka. Media hanya mengulas aliran sesat ini sebagai pihak yang dizholimi oleh mayoritas Ummat Islam. Sepertinya media-media ini ingin mengesankan bahwa ummat Islam Indonesia tidak toleran. Dan itu sudah berhasil lewat LSM – LSM liberal.

Koran sekelas KOMPAS pun sangat tidak obyektif saat memberikan keterangan foto headline aksi pendukung Mursy. Masa Kompas hanya menulis “RATUSAN” pendukung Mursy (ciuuus ratusan?). walau saya belum pernah ke Mesir, tapi saya yakin jumlah pendukung Mursy tidak seperti yang disebutkan Kompas.

Begitu juga yang terjadi beberapa pekan ini, sejak ditangkapnya LHI oleh KPK tanggal 30 Januari 2012, trend perbincangan tentang PKS melonjak tajam. Ini hampir mendekati angka survei yang dilakukan oleh Win and Wise Communication yang menemukan bahwa percakapan tentang PKS oleh warga di sosial media mencapai angka 1700 percakapan/menit. WOW.

Seperti yang disampaikan Ustadz Ika di milis ini bahwa, ketika berita penangkapan muncul isunya ikut ditangkap supir Mentan. Ternyata dibantah. Kemudian, yang mau disuap adalah anggota Komisi IV DPR dari PKS. Sekarang jadi LHI yg jelas2 bukan di Komisi IV tapi di Komisi I. (hehehe...wartawan juga seperti PKS bukan kumpulan malaikat).

Hingga sampai media seperti Okezone pun ikut melakukan berita fitnah bahwa Ustad Luthfi ditangkap oleh KPK bersama seorang wanita muda? (tuing..tuing).

Adapun media massa barat juga tak jauh berbeda, unsur adil dan berimbang masih sulit ditemukan saat menampilkan wajah islam sebagai teroris.

Lalu bagaimana untuk menyeimbangkan pemberitaan media mainstream yang terkadang tidak akurat 100 persen. Dan sering merugikan Ummat Islam?

Mengutip pernyataan Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Atma Jayakarta, Alois A Nugroho yang dimuat di Harian Kompas Kamis (7/2/2013), di halaman dua, mengungkapkan bahwa untuk mengimbangi tirani informasi yang muncul menjelang dan selama pelaksanaan pemilu 2014, masyarakat diminta menggunakan media sosial sebagai alat penyebaran informasi pembanding.

Media sosial saat ini menjadi penyeimbang bagi media massa yang mendominasi isu pemberitaan yang muncul di mayarakat seperi TV, Koran, Majalah, Radio dan Tabloid. Media sosial mampu menjadi penyeimbang isu negatif bagi kelompok atau topik perbincangan yang santer di media konvensional. “Bisa dikatakan informasi di media sosial bisa dipakai untuk mengimbangi pemberitaan media massa.” Kata Alois. Dia menambahkan, komunikasi lewat media sosial juga bisa menghimpun gerakan civil society dalam isu tertentu.

“Tapi harus diingat, gerakan melalui media sosial hanya bisa efektif jika diikuti dengan gerakan offline.” Ungkapnya.

Kita masih ingat, saat Metro TV memberitakan bahwa “Rohis Sarang Teroris” muncul gerakan di FB “1.000.000 Gerakan Tuntut Metro Tv Minta Maaf Kpd Rohis Se-Indonesia”. Dari gerakan ini mampu memaksa Metro TV minta maaf kepada Rohis.

Akhirnya, mari kita ramaikan media sosial (FB, Twiter, Blog, Kompasiana dll). Dengan pesan-pesan aksi positif PKS. Karena yang dilakukan LHI tidak mencerminkan wajah PKS. Tapi seperti yang diungkapkan Ustadz Hidayat Nur Wahid itu adalah urusan pribadi LHI.

 “Berapa banyak kader PKS yang menghafal al-Qur'an? Mengingatkan shalat Subuh di Masjid? Mendidik untuk baca al-Qur'an setiap hari? Mau lihat PKS ya lihat perilaku kadernya. Itulah PKS yang sebenarnya," jelas Ustadz Abdurrohim (anak Ustadz ABB) di hidayatullah.com.

Mari kita sebarkan kebaikan dari sisi positif PKS. [cipks].

Read more...
Senin, 11 Februari 2013

PKS Bedah Buku “Bekal Untuk Kader Dakwah”

0 komentar

SERPONG UTARA – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) didirikan, memiliki misi tersendiri. Salah satunya, menjadikan partai sebagai sarana dakwah. Namun, dalam perkembangannya, para kader partai ini belum bisa menterjemahkan cita-cita para founding father organisasi mereka.

Sekretaris Bidang Pelayanan Ummat DPP PKS Ustadz Ika Fitriyadi menyatakan, kader PKS kekurangan ruang untuk merefleksikan pengabdiannya di partai berlambang padi yang diapit dua bulan sabit kembar itu. “Padahal, banyak hal yang harus dilakukan dan semua harus dimulai. Jika kita mengisi ruang-ruang itu maka ke depan PKS bisa menjadi rumah bagi semua,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam diskusi dan bedah buku berjudul “Bekal untuk Kader Dakwah” di Rumah Makan Pecel Pincuk Godong Ijo, Bintaro, Pondok Aren, Sabtu (9/2).

Untuk mempresentasikan gerakan dakwah, Ika Ustadz Ika, para kader PKS mendapatkan referensi dari buku yang tengah dibedah hari itu. Bahwa, buku yang ditulis salah satu pentolan PKS Ustadz Hilmi Aminiddin tersebut, berisi kumpulan taujih (nasehat).

“Dalam buku ini, banyak bahasa-bahasa yang mendalam dan perlu waktu untuk memahaminya,” kata Ika dalam kegiatan yang diselenggarakan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PKS Serpong Utara ini.

Dia mengakui banyak kader PKS yang belum memahami penanaman pewarisan ideologi sebagai gerakan dakwah yang bertransformasi menjadi partai politik. Artinya masih perlu waktu untuk memformulasikan konsepnya ke masyarakat.

“Hari ini yang terjadi adalah, kita kesulitan untuk memformalkan dan membahasakan konsep ke masyarakat,” ungkapnya.

Dalam buku itu juga, lanjut Ika, harapan penulis adalah jajaran sekjen untuk bisa menjembatani agar PKS menjadi partai berbasis pengetahuan (knowledge based party), “Yaitu partai modern dengan kader-kader yang mempunyai kemampuan mumpuni dibidangnya,” jelasnya.

Dr. Abu Fanani, Direktur Indonesian Quality Research Agency (IQRA), yang juga menjadi pembicara dalam acara bedah buku ini mengatakan, isi dalam buku ini banyak istilah asing (bahasa arab dan inggris). Padahal buku ini sudah dijual bebas. “Seharusnya sebelum keluar, buku ini ada proses edit bahasa hingga masyarakat umum bisa memahaminya,” ujarnya.

Arif Wahyudi, Anggota Fraksi PKS DPRD Kota Tangsel yang menjadi moderator dalam acara ini menambahkan, acara diskusi, seminar atau bedah buku bagian dari arahan Ustadz Hilmi Aminuddin untuk menjadikan PKS sebagai partai berbasis pengetahuan. Menurutnya, untuk sampai pada pengetahuan ada dua jalur yaitu membaca pengetahuan orang lain dan melakukan riset sendiri.

Dalam satu bagian di buku itu, ujar Arif, diingatkan bahwa nilai yang dipegang PKS adalah Islam. Kemudian, gerakan yang dilakukan adalah dakwah. Maka, organisasi dan parpol yang didirikan itu semata untuk dakwah.

“Namun, bila satu atau beberapa kader terbaik terbukti bersalah, maka kesalahan itu tidak kita ikuti. Kita harus bisa memilah antara ajaran dan pengajar,” tegasnya.***[cipks].

Sumber : Koran Tangsel Pos & Tangerang Ekspres/ Halaman 4 & 5/ Selasa, 12 Februari 2013.
Read more...

Entri Populer

 
News & Artikel Abu Hylmi © 2011 DheTemplate.com & Main Blogger. Supported by Makeityourring Diamond Engagement Rings

You can add link or short description here