Seorang kawan
bercerita kepada kami bahwa masyarakat di daerahnya punya anggapan unik.
Apabila ada seorang lelaki yang sudah berhaji dua kali, ia akan mudah
mendapatkan istri yang kedua.
berhaji ulang itu
adalah orang yang baik ibadahnya dan baik pula kantongnya. Maka, dari persepsi
itu, status sosial seorang yang sudah berhaji ulang jadi semakin tinggi. Oleh
karena itu, di lingkungan masyarakat ia jadi rebutan para wanita yang siap jadi
istri kedua.
Apabila persepsi
seperti itu benar menurut ajaran agama, Nabi Muhammad SAW bukanlah orang yang
baik. Karena selama hidupnya, beliau hanya berhaji satu kali. Padahal, beliau
punya kesempatan tiga kali untuk berhaji. Beliau juga punya kesempatan berumrah
sunah ratusan, bahkan ribuan kali, tetapi beliau hanya berumrah sunah dua kali.
Bandingkan dengan kita, masyarakat Muslim di Indonesia, yang rata-rata ingin
berhaji setiap tahun dan berumrah setiap bulan.
Mengapa Nabi Muhammad
SAW berhaji hanya sekali dan berumrah sunah hanya dua kali? Apakah beliau tak
punya uang? Apabila beliau tak punya uang, bukankah beliau tinggal berkata saja
kepada sejumlah sahabat yang kaya raya, seperti Abdurahman bin Auf dan Abu
Ayyub al-Anshari. Tentu kedua sahabat akan segera menyiapkan segala sesuatu
yang diperlukan Nabi. Namun, Nabi tak pernah meminta-minta untuk kepentingan
pribadi beliau seperti itu.
Setelah Nabi menetap
di Madinah, sekurang-kurangnya terjadi tiga hal penting. Pertama, Nabi
menghadapi orang-orang yang memusuhi dan memerangi beliau, maka Nabi
menginfakkan hartanya untuk kepentingan jihad fisabilillah melawan
orang- orang itu. Kedua, akibat perang atau jihad fisabilillah gugurlah
para syuhada yang kemudian menimbulkan janda-janda dan anak-anak yatim.
Maka, harta Nabi diinfakkan untuk menyantuni para janda, orang-orang miskin,
dan anak-anak yatim.
Ketiga, banyaknya
pelajar yang menuntut ilmu dari Nabi Muhammad SAW sementara mereka tidak punya
apa-apa di Madinah, baik harta maupun keluarga. Mereka tinggal di satu ruangan
di Masjid Nabawi yang disebut al-Shuffah. Sementara untuk keperluan
makan, Nabi menganjurkan kepada para sahabat untuk menjamin pemberian makan kepada mereka.
Nabi sendiri setiap hari memberikan makan kepada 70 pelajar Shuffah.
Keutamaan ibadah
sosial
Seandainya berhaji
ulang itu lebih utama daripada menyantuni janda-janda, orang miskin, anak-anak
yatim, dan para pelajar yang tidak mampu, maka Nabi tentu sudah melakukan haji ulang
dan atau umrah berkali- kali. Namun, Nabi tak melakukannya. Nabi justru
menegaskan bahwa penyantun anak yatim akan tinggal di surga bersama Nabi dan
tidak terpisahkan, ibarat jari tengah dan telunjuk.
Nabi juga menegaskan,
orang yang menyantuni para janda dan orang-orang miskin tak ubahnya seperti
orang berjihad fisabilillah. Sementara ibadah haji, apabila memenuhi
syarat-syarat sehingga dapat disebut haji mabrur, Nabi hanya menjanjikan
surga saja kepada pelakunya, tanpa menyebutkan bersama beliau.
Dari sini dapat
dipahami bahwa menyantuni anak-anak yatim, para janda, orang-orang miskin, dan
para pelajar yang tak mampu jauh lebih unggul nilai pahalanya daripada berhaji
ulang. Dengan kata lain, ibadah sosial jauh lebih utama daripada ibadah
individual. Begitulah kaidah hukum Islam menyebutkan. Bagaimanapun, Nabi tak
pernah mencontohkan untuk berhaji ulang atau berulang-ulang berumrah.
Ketika keadaan
masyarakat kita sedang sangat terpuruk, potret kemiskinan di mana-mana. Para
pakar ekonomi mengatakan, sampai akhir 2011, di Indonesia masih terdapat 117
juta orang miskin. Tempat ibadah banyak yang terbengkalai. Apabila keadaan
negeri kita masih seperti itu, pantaskah lalu kita berkali- kali berhaji dan
berumrah? Ayat Al Quran mana yang menyuruh kita melakukan itu? Hadis manakah
yang menganjurkan kita untuk berbuat seperti itu?
Inilah penyakit sosial
yang menimpa masyarakat kita dan perlu segera diobati. Obatnya adalah mengikuti
perilaku Nabi dalam beribadah, yaitu berhaji cukup sekali dan berinfak ribuan
kali. Pertanyaan berikutnya, maukah kita mengobati diri kita dari penyakit
sosial yang menimpa kita itu? Atau kita justru ingin memperparah penyakit yang
sedang kita derita itu?
Ali Mustafa Yaqub
Imam Besar Masjid Istiqlal
Sumber: www.kompas.com