Diberdayakan oleh Blogger.
 
Senin, 27 Juni 2011

Kembangkan Potensi Lokal Melalui Pemberdayaan Agro

0 komentar
Wiwin (41) adalah satu dari 200 warga yang mengikuti Program Pemberdayaan Peternak Rumah Zakat di Sentra Pemberdayaan Agro Oray Tapa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Sebelumnya Wiwin ikut suaminya menjadi buruh kasar menggarap ladang orang. ”Saya senang mendapat bantuan program sapi gaduh, meskipun hanya memelihara, namun saya bisa merasakan keuntungannya jika nanti sapi ini dijual menjelang qurban, lumayan menambah penghasilan keluarga, syukur kalau bisa membeli ternak lagi.”

Program sapi gaduh termasuk salah satu rumpun program pemberdayaan di bidang agro. Selain program Sapi Gaduh, Rumah Zakat juga mengembangkan program pemberdayaan petani berupa budidaya jagung dan perikanan.

Para mitra binaan ini mendapatkan keuntungan misalnya bagi peternak sapi akan mendapatkan ternaknya, pelatihan, magang, pendampingan sampai jaminan pasar. Dan tentu, semuanya memberdayakan potensi SDM lokal untuk menjadi mitra agro. Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan pendapatan petani minimal sampai $ 1.25 perhari/ jiwa sesuai standar MDGs.

Selain itu, Rumah Zakat juga bekerjasama dengan mitra untuk mengembangkan perekonomian berbasis potensi lokal. Seperti Mak Umen (80) adalah salah satu dari kelompok potensi lokal Sawargi, yang bergerak dibidang makanan ringan. Setiap hari Mak Umen bertugas mengupas singkong dan pisang untuk dijadikan berbagai macam makanan ringan yang menjadi andalan kelompok Sawargi ini. Bersama lima ibu –ibu lainnya yang jauh lebih muda, Mak Umen nampak cekatan dalam mengerjakan tugasnya. 

Sebelum ini tidak banyak aktivitas yang dilakukan mak Umen, selain menjadi buruh tani di ladang milik orang lain. Meski sudah mempunyai cicit, ia tidak serta merta mengandalkan pemberian dari anak cucunya. Bukannya mereka tidak peduli tapi Mak Umen Sendiri yang tidak nyaman jika hanya menerima pemberian tanpa kerja keras. Alasannya sederhana selama masih bisa bekerja kenapa harus meminta, “Saya masih mempunyai keinginan untuk hidup dengan penghasilan sendiri,” ujar nenek yang tinggal di  Kampung  Kebon Cau desa Kertawangi kec. Cisarua Kab. Bandung Barat ini.

Penghasilan mak Umen tidaklah terlalu besar, namun ia merasa cukup dengan apa yang didapatnya dengan mengupas bahan kripik. “Alhamdulillah kalau untuk sendiri sudah cukup” ujar mak Umeun. Ini juga diamini oleh ibu-ibu yang lainnya, pendapatan selama bergabung di Sawargi bisa menutupi kebutuhan keluarga selain menambah aktivitas baru. 

Dalam satu bulan tidak kurang dari 200 kwintal singkong dan 100 kwintal pisang muda diproduksi oleh kelompok Sawargi ini. Adapun hasil olahannya ini dijual ke warung-warung perkampungan dan pasar Cisarua. Rata-rata Kelompok Usaha Sawargi mendapat laba Rp600 - Rp1 juta perbulannya, naik turunnya omset dikarenakan bahan baku untuk diolah masih terbatas. 

Menurut koodinator kelompok Sawargi, Amah (50) dalam waktu dekat akan dikembangkan pula jenis olahan lainnya dari bahan baku sayuran seperti jamur. Dan akan memperluas jangkauan pasarnya dan pengemasan yang lebih menarik.

 “Harapanya bisa memberi aktivitas ibu-ibu disini dan menambah penghasilan untuk mereka” kata Amah. “Selain itu dengan adanya Sawargi, ibu-ibu disini jadi sering ketemu dan bersilaturahmi,” tambahnya. 

Kelompok Potensi Lokal Sawargi pertama kali digagas oleh Rumah Zakat bekerja sama dengan Bank BJB di wilayah Kabupaten Bandung Barat. Tidak hanya memberikan modal tapi juga pembinaan pengembangan usaha. Sudah ada lima kelompok Potensi Lokal yang digarap di KBB, mulai dari makan ringan, kue hingga peternakan kelinci.***(Yud)
Read more...

Contoh Berita Feature: Selalu Bersyukur, Walau Dalam Keterbatasan

0 komentar

Saat kumandang azan Dhuhur bergema di langit Parung Bogor, seorang pria paruh baya bergegas meninggalkan perkebunan jambu  biji menuju rumah sederhana untuk sholat dan melepas lelah sejenak. Nampak wajah dan kaos biru yang melekat ditubuhnya dibasahi keringat karena udara siang itu begitu menyengat kulit.

Rupanya, Ajit (53) baru saja selesai menyemprot alang-alang di perkebunan jambu biji dengan luas 12 hektar yang tak jauh dari wilayah program Zona Madina milik Dompet Dhuafa. Sudah 11 tahun ini, Ajit bekerja sebagai penjaga perkebunan milik Bedu Amang, bekas Menteri Bulog era Soeharto. “Tugas saya merawat kebun, mencangkul, memangkas rumput dan memberi pupuk serta memanen buah,” ujar Ajit.

Di kebun yang ditanami 5,000 pohon jambu, 1,000 pohon jeruk dan 800 pohon belimbing itu hanya ditangani 10 orang. Ajit menceritakan, dulu  perawatan kebun sebenarnya dikerjakan oleh 23 orang. Namun kini sudah berkurang karena para pekerja harian kurang cocok dengan gaji yang diterima. Menurutnya, sejak beroperasi tahun 2000 hingga saat ini upah tenaga kerja harian tidak pernah naik dan hanya di gaji 20 ribu rupiah. “Tidak ada kenaikan gaji,” kata Ajit singkat.

Namun pria asli Cirebon ini lebih bersyukur, karena gaji harian yang diterimanya lebih besar dibanding rekan-rekan kerja lain. Aji bekerja dari pukul 08.00 – 16.00 WIB, dari pekerjaan yang menguras tenaga ini hanya dihargai 32,500 rupiah per hari. “Alhamdulillah, walau sering kekurangan saya tetap bersyukur atas rezeki yang didapat,” kata Ajit penuh syukur.

Ajit bekerja harian dari Senin hingga Sabtu, jika dikalkulasikan maka pendapatan rata-rata tiap bulan yang Ajit kantongi hanya 780 ribu rupiah. Padahal Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di Kabupaten Bogor mencapai Rp1,172,060, sesuai dengan penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Jawa Barat tahun 2011.

“Walau digaji kecil, saya harus tetap bekerja karena kalau tidak masuk kerja, maka kasihan anak istri harus menahan lapar,” ungkap Ajit. Menurutnya, tiap hari harus mengeluarkan minimal uang 25 ribu rupiah untuk belanja beras satu liter dan belanja sayuran 20 ribu rupiah. Tapi kalau ditambah dengan biaya sekolah anak bisa lebih dari itu.

Di zaman ekonomi berbiaya tinggi, tentu pendapatan sebagai penjaga kebun tidak mampu menutupi kebutuhan sehari-hari. Apalagi Ajit masih menanggung biaya sekolah Vina Agustina, anak kedua hasil pernikahan dengan Sa’diah (40) yang kini duduk di bangku kelas IV SD Jampang 5. Dia mengaku, penghasilan dari bekerja di kebun tidak cukup untuk sepekan, hampir tiap Jumat uang sudah habis. Sehinga seringkali dia menyuruh Vina untuk tidak masuk sekolah tiap Jumat, “Kalau tidak ada ongkos Vina harus jalan ke sekolah sejauh sekitar dua kilo meter,” ujarnya dengan nada sedih.

Walau dalam keterbatasan perekonomian keluarga, Ajit tetap bersabar dan menjalin hubungan baik dengan para tetangga, sehingga jika ada tetangga yang datang malam-malam minta jambu untuk obat tetap dilayaninya, “Kasihan mereka minta jambu untuk obat demam berdarah,” katanya.

Karena kebaikannya ini, dia dikenal banyak orang hingga lingkungan aparat desa. Suatu hari, pria yang pernah berjualan es buah ini mendapat kabar baik dari Anan Sugiono, Kepala Dusun RT 03/ RW 04 Kelurahan Jampang Parung Bogor, bahwa ada program pemberdayaan peternak dari Kampoeng Ternak Jejaring Dompet Dhuafa. Dan menyarankan Ajit untuk mendafar dalam program ini.

Ajit tidak menyiakan kesempatan baik ini, bergegas dia langsung mendaftar. Selama proses seleksi, Dia selalu mengikuti agenda rapat tiap pekan sekali dengan para penerima manfaat lainnya. Ajit mengungkapkan dalam rapat dibahas materi-materi skill seputar pemeliharaan dan perawatan domba/ kambing juga materi keagamaan, “Materi agama yang disampaikan sangat menyentuh hati, karena mengingatkan akan kebesaran dan kemurahan rezeki Allah SWT,” imbuhnya.

Saat ini, Ajit tergabung dalam kelompok Pulo Makmur yang terdiri dari enam penerima manfaat. Tepat  Maret 2011 Dia mendapat amanah untuk memelihara hewan terak sebanyak 10 ekor domba. Menurutnya, berhubungan dengan dunia kambing bukanlah hal yang asing, karena sejak kecil Ajit sudah terbiasa angon kambing milik almarhum ayahnya. “Jadi saya nggak kaget ngurusin domba,” pungkasnya.

Sejak menerima amanah hewan ternak, Ajit harus membagi waktu dengan pekerjaan utamanya sebagai penjaga kebun. “Kalau pagi saya ngurusin kebun dulu, kemudian sekitar jam dua siang saya ngarit (mencari rumput) di sekitar kebun,” ujarnya. Ajit kembali bersyukur karena disekitar rumahnya yang tak jauh dari area perkebunan jambu biji terbentang rerumputan hijau, “Jadi ngga susah mencari rumput untuk makan para domba,” ucapnya.

Untuk memenuhi pakan 10 ekor domba, tiap hari Ajit harus menyediakan sekurangnya lima karung besar yang berisi rumput hijau. Dia berbagi pengalaman, menurutnya kalau mau ngarit jangan pas pagi karena embun masih menempel di rerumputan.  Jika embun masih menempel di rumput kemudian langsung di makan domba bisa menyebabkan cacingan. “Karena itu, saya kalau ngarit diatas jam dua belas siang,” katanya.

Walau rumput terbentang luas di area perkebunan, Ajit mengaku belum pernah melepas domba ternaknya untuk mencari rumput  sendiri. Dia khawatir kalau di angon para bandot akan berantem yang bisa menyebabkan tanduk rusak atau patah sehingga jika nanti kalau dijual hargnya menjadi rendah.

Untuk merawat domba, Ajit juga rajin memandikan para domba dengan harapan dapat tidak dihinggapi penyakit. Menurutnya, sebelum dimandikan, tubuh domba terlebih dahulu digosok dengan daun pinang untuk membunuh kuman yang menempel di kulit domba. “Selain itu juga diberi vitamin dan obat mencret.”

Ajit berharap, dalam proses penggemukan domba berjalan lancar dan keuntungan dari penjualan domba nantinya dapat membantu menutupi kebutuhan keluarga. “Yang penting waras selamet, cukup untuk makan walau hanya dengan lauk teri,” ucap Ajit penuh syukur.***[cip]


Read more...

Entri Populer

 
News & Artikel Abu Hylmi © 2011 DheTemplate.com & Main Blogger. Supported by Makeityourring Diamond Engagement Rings

You can add link or short description here