Diberdayakan oleh Blogger.
 
Selasa, 19 Maret 2013

Bawang Merah-Bawang Putih antara Legenda dan Fakta

0 komentar

SALAH satu legenda yang hingga saat ini masih sering diceritakan kepada anak-anak ketika di taman kanak-kanak hingga sekolah dasar, dan bahkan menjadi cerita pengantar tidur, ialah legenda bawang merah dan bawang putih. Cerita itu memberikan hikmah penting yang mengajarkan bahwa kebaikan akan mengalahkan kebatilan, kesabaran akan mengalahkan ketamakan.

Anak-anak diberikan metamorfosis yang indah dengan liku-liku cerita yang menarik di dalamnya. Apa hubungan legenda bawang merah dan bawang putih tersebut dengan gonjang-ganjing komoditas bawang merah dan bawang putih?

Beberapa minggu terakhir ini legenda bawang merah dan bawang putih menjelma menjadi satu permasalahan serius yang menyita banyak perhatian publik. Keluhan para ibu yang berbelanja di pasar hingga perhatian khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk turun langsung mengatasi gejolak harga yang di luar batas kewajaran. Bawang merah dan bawang putih tidak sebatas kebaikan versus kebatilan, kesabaran versus ketamakan, tetapi lebih dari sekadar persoalanpersoalan itu. Apa yang salah de ngan bawang merah dan bawang putih?

Fakta dan Masalah

Berikut digambarkan fakta terkait dengan komoditas bawang merah dan bawang putih. Produksi bawang merah Indonesia selama kurun waktu 5 tahun terakhir menunjukkan produksi yang relatif stabil di atas 800 ribu ton. Artinya bahwa sisi pasokan tidak pernah mengalami gejolak yang dapat mengakibatkan guncangan di sisi harga apabila terjadi perubahan di sisi permintaan. Untuk memenuhi pasokan dalam negeri, produksi domestik juga belum mencukupi sehingga pemerintah membuka keran impor bawang merah.

Data juga menunjukkan terdapat kecenderungan kenaikan impor bawang merah dari waktu ke waktu dengan pertumbuhan rata-rata per tahun mencapai hampir 27%. Keran impor itu diharapkan menjadi salah satu katup pengaman apabila terjadi kekurangan pasokan dalam negeri yang bisa mengakibatkan gejolak harga. Namun, apakah demikian halnya dengan fenomena yang terjadi akhir-akhir ini?

Interaksi antara sisi permintaan dan penawaran akan menentukan titik keseimbangan yang pada gilirannya akan me nentukan harga. Gejolak harga yang terjadi dianggap sebagian kalangan merupakan fenomena biasa, terkait dengan produksi komoditas pertanian yang dipengaruhi oleh faktor alam sehingga akan mengganggu pasokan. Argumen itu dengan mudah akan terbantahkan apabila melihat fakta dan data terkait dengan harga bawang merah selama 5 tahun terakhir.

Selama kurun waktu 5 tahun terakhir, harga bawang merah di pasar menunjukkan tidak adanya satu pola yang berulang dari tahun ke tahun.
Artinya bahwa tidak ada bukti yang sahih bahwa kenaikan harga bawang saat ini merupakan siklus tahunan. Harga bawang merah merangkak naik sejak Oktober 2012 pada tingkat Rp12 ribu per kilogram hingga terakhir yang tercatat pada Februari 2013 sudah mencapai di atas Rp25 ribu per kg.

Sementara itu, pada Oktober 2011 hingga Februari 2012 menunjukkan harga yang terus menurun dari Rp14 ribu ke Rp12 ribu. Dengan demikian, fenomena yang terjadi pada awal 2013 merupakan fenomena ganjil yang bisa ditelusuri lebih lanjut. Mengingat bahwa pada periode ini tidak terjadi lonjakan permintaan yang luar biasa dan juga tidak terjadi guncangan di sisi produksi.

Fakta dan fenomena yang menarik untuk kemudian dicermati lebih lanjut dari komoditas bawang merah ini ialah kenaikan harga seyogianya dinikmati seyogianya dinikmati petani. Benarkah petani menikmati harga yang tinggi di pasar?

Analisis yang dilakukan penulis memberikan indikasi terjadi perubahan yang cukup drastis terkait dengan siapa yang menikmati keuntungan dari harga bawang merah yang tinggi. Sederhananya kita dapat membandingkan antara harga yang terjadi di tingkat produsen dan harga yang terjadi di tingkat grosir/ eceran. jadi di tingkat grosir/eceran.

Pada 2009, fluktuasi harga di tingkat produsen memiliki pola yang sama dengan fluktuasi harga di tingkat grosir/eceran dan tidak memiliki selisih yang tinggi. Artinya mekanisme transmisi harga terjadi relatif sempurna antara harga di produsen dan konsumen. Dengan demikian, petani menikmati keuntungan dari perubahan harga di tingkat kon sumen.

Berbeda dengan situasi ketika 2011, harga yang relatif stabil di tingkat produsen dengan kisaran Rp4.000­Rp8.000 per kg ternyata tidak sebanding dengan harga yang terjadi di tingkat konsumen. Fluktuasi harga di tingkat konsumen jauh lebih tinggi dengan kisaran Rp6.000Rp19.000 per kg.
Produsen, dalam hal ini petani, benar-benar tidak menikmati gejolak tingginya harga. Menjadi pertanyaan penting, siapa yang bermain?

Salah satu dugaan yang bisa kita lihat bersama dari fenomena perbandingan dua periode waktu tersebut ialah tiga tahun terakhir struktur pasar bawang merah telah berubah. Petani berhadapan dengan para pembeli bawang merah yang mampu mengontrol harga.
Para pedagang itulah yang kemudian juga mampu mengontrol harga di tingkat konsumen. Terlebih bahwa dengan margin keuntungan yang relatif lumayan tinggi, para spekulan juga tergerak untuk meramaikan pasar bawang merah.

Lagi-lagi petani sebagai produsen sekaligus konsumen akan menjerit karena tidak ada keberpihakan untuk menyejahterakan mereka. Impor bawang merah juga ternyata cukup memberikan ruang tersendiri bagi para pemburu rente untuk ikut bermain. Harga impor bawang merah yang selalu di bawah US$1 per kg, ternyata ketika sampai di pasar domestik lebih tinggi dari US$1 per kg.

Berbeda dengan komoditas bawang merah, komoditas bawang putih hampir 80% lebih tergantung pada impor. Harga komoditas bawang putih juga setali tiga uang dengan bawang merah melambung tinggi yang seolah-olah ialah siklus harga. Hal itu tidaklah benar apabila lonjakan harga bawang putih sebagai akibat fenomena biasa siklus tahunan.

Impor bawang putih yang menunjukkan kecenderungan semakin meningkat dari waktu ke waktu dengan rata-rata kenaikan per tahun sekitar 20,2% dengan nilai yang semakin meningkat hingga mencapai US$272 juta. Lagi-lagi pasar impor bawang putih yang menganga lebar mendorong berbagai kecurigaan adanya permainan dan kartel yang gilirannya mampu mengontrol harga. Terlebih Indonesia sangat-sangat tergantung pemenuhan domestik dari pasokan impor.

Pelajaran dan Solusi

Kondisi itu mau tidak mau harus segera diatasi. Tujuannya agar permasalahan-permasalahan tersebut tidak berulang setiap tahun tanpa ada solusi yang jelas dan menyalahkan satu pihak dengan pihak lainnya. Pemerintah harus secara tegas mampu berdiri untuk kepentingan masyarakat luas dalam hal ini petani dan juga konsumen.

Petani harus sejahtera, sedangkan konsumen tidak tergerus pendapatannya akibat inflasi yang disebabkan komponen bahan pangan. Jalur distribusi yang acapkali ditengarai menjadi kambing hitam juga harus segera diperbaiki sehingga hambatan pasokan tidak akan terjadi.
Pemerintah harus berani secara tegas menindak para spekulan dan pedagang nakal yang berusaha untuk menikmati rente yang tinggi karena fakta menunjukkan bahwa ada pihak-pihak yang ingin mengambil manfaat.

Ketergantungan impor memberikan pelajaran penting, bahwa harga dalam negeri akan sangat rentan apabila terjadi guncangan di pasar internasional.

Oleh karena itu, sudah selayaknya kita harus mampu meningkatkan produksi bawang merah dan bawang putih. Impor diperlukan hanya sebatas menjaga pasokan dalam negeri.

Semoga hiruk pikuk bawang merah dan bawang putih memberikan pelajaran berharga bagi kita semua, untuk kembali melihat peran penting pembangunan pertanian dalam konstelasi pembangunan ekonomi nasional.

Nunung Nuryartono
Ketua Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi dan Peneliti InterCAFE-IPB
MEDIA INDONESIA, 16 Maret 2013

Entri Populer

 
News & Artikel Abu Hylmi © 2011 DheTemplate.com & Main Blogger. Supported by Makeityourring Diamond Engagement Rings

You can add link or short description here