Diberdayakan oleh Blogger.
 
Selasa, 12 Februari 2013

Sudahkan Media Mainstream Memenuhi Unsur Layak Berita?

0 komentar

Bisakah kita percaya 100 % terhadap konten berita yang disajikan media mainstream? Kemudian menelan mentah-mentah isi berita tersebut. Menurut saya, percaya 100 % isi berita adalah sesuatu yang berlebihan. Karena awak media juga seperti kumpulan manusia, bukan malaikat yang jauh dari kesalahan dan nafsu.

Bagi seorang wartawan, untuk menyusun sebuah laporan atau tulisan yang adil dan berimbang tidaklah sesulit memelihara OBYEKTIVITAS. Yang dimaksud dengan sikap adil dan berimbang adalah bahwa seorang wartawan harus melaporkan apa yang sesungguhnya terjadi. Unsur adil dan berimbang dalam berita mungkin sama sulitnya untuk dicapai seperti juga keakuratan dalam menyajikan fakta. 

Keakuratan sesuatu fakta tidak selalu menjamin keakuratan arti.  Fakta-fakta yang akurat yang dipilih atau disusun secara longgar atau tidak adil sama menyesatkannya dengan kesalahan yang sama sekali palsu. Dengan menyisipkan fakta-fakta yang tidak relevan atau dengan menghilangkan fakta-fakta yang seharusnya ada di sana, pembaca mungkin mendapat kesan yang palsu.

Setidaknya ini yang saya rasakan, ketika media – media mainstream memberitakan kejadian yang berkaitan dengan Islam atau Ormas Islam terkesan tidak adil (menyudutkan, diskriminatif, dan tendensius) dalam menyajikan isi berita. Terkesan ummat Islam yang selalu dirugikan.

Sebut saja, saat penangkapan teroris, yang menjadi sumber berita hanya dari pihak kepolisian dan densus 88 atau pengamat yang sudah sefikrah dengan aparat polisi. Sehingga dalam berita selalu disebutkan para terduga teroris ditembak mati karena melawan/ membawa senjata. 

Media begitu semangat untuk memberitakan ‘wajah sangar’ FPI saat aksi sweeping. Sehingga dikesankan FPI adalah organisasi anarkis. Tetapi apakah media mainstream mau memberitakan ‘wajah ramah’ FPI, semisal aksi peduli banjir Jakarta kemarin (setahu saja ga ada, yang memberitakan media OL Islam saja). 

Atau media sangat membela aliran – aliran sesat (Ahmadiyah, Syiah dll) saat ummat Islam marah atas penistaan agama yang dilakukan mereka. Media hanya mengulas aliran sesat ini sebagai pihak yang dizholimi oleh mayoritas Ummat Islam. Sepertinya media-media ini ingin mengesankan bahwa ummat Islam Indonesia tidak toleran. Dan itu sudah berhasil lewat LSM – LSM liberal.

Koran sekelas KOMPAS pun sangat tidak obyektif saat memberikan keterangan foto headline aksi pendukung Mursy. Masa Kompas hanya menulis “RATUSAN” pendukung Mursy (ciuuus ratusan?). walau saya belum pernah ke Mesir, tapi saya yakin jumlah pendukung Mursy tidak seperti yang disebutkan Kompas.

Begitu juga yang terjadi beberapa pekan ini, sejak ditangkapnya LHI oleh KPK tanggal 30 Januari 2012, trend perbincangan tentang PKS melonjak tajam. Ini hampir mendekati angka survei yang dilakukan oleh Win and Wise Communication yang menemukan bahwa percakapan tentang PKS oleh warga di sosial media mencapai angka 1700 percakapan/menit. WOW.

Seperti yang disampaikan Ustadz Ika di milis ini bahwa, ketika berita penangkapan muncul isunya ikut ditangkap supir Mentan. Ternyata dibantah. Kemudian, yang mau disuap adalah anggota Komisi IV DPR dari PKS. Sekarang jadi LHI yg jelas2 bukan di Komisi IV tapi di Komisi I. (hehehe...wartawan juga seperti PKS bukan kumpulan malaikat).

Hingga sampai media seperti Okezone pun ikut melakukan berita fitnah bahwa Ustad Luthfi ditangkap oleh KPK bersama seorang wanita muda? (tuing..tuing).

Adapun media massa barat juga tak jauh berbeda, unsur adil dan berimbang masih sulit ditemukan saat menampilkan wajah islam sebagai teroris.

Lalu bagaimana untuk menyeimbangkan pemberitaan media mainstream yang terkadang tidak akurat 100 persen. Dan sering merugikan Ummat Islam?

Mengutip pernyataan Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Atma Jayakarta, Alois A Nugroho yang dimuat di Harian Kompas Kamis (7/2/2013), di halaman dua, mengungkapkan bahwa untuk mengimbangi tirani informasi yang muncul menjelang dan selama pelaksanaan pemilu 2014, masyarakat diminta menggunakan media sosial sebagai alat penyebaran informasi pembanding.

Media sosial saat ini menjadi penyeimbang bagi media massa yang mendominasi isu pemberitaan yang muncul di mayarakat seperi TV, Koran, Majalah, Radio dan Tabloid. Media sosial mampu menjadi penyeimbang isu negatif bagi kelompok atau topik perbincangan yang santer di media konvensional. “Bisa dikatakan informasi di media sosial bisa dipakai untuk mengimbangi pemberitaan media massa.” Kata Alois. Dia menambahkan, komunikasi lewat media sosial juga bisa menghimpun gerakan civil society dalam isu tertentu.

“Tapi harus diingat, gerakan melalui media sosial hanya bisa efektif jika diikuti dengan gerakan offline.” Ungkapnya.

Kita masih ingat, saat Metro TV memberitakan bahwa “Rohis Sarang Teroris” muncul gerakan di FB “1.000.000 Gerakan Tuntut Metro Tv Minta Maaf Kpd Rohis Se-Indonesia”. Dari gerakan ini mampu memaksa Metro TV minta maaf kepada Rohis.

Akhirnya, mari kita ramaikan media sosial (FB, Twiter, Blog, Kompasiana dll). Dengan pesan-pesan aksi positif PKS. Karena yang dilakukan LHI tidak mencerminkan wajah PKS. Tapi seperti yang diungkapkan Ustadz Hidayat Nur Wahid itu adalah urusan pribadi LHI.

 “Berapa banyak kader PKS yang menghafal al-Qur'an? Mengingatkan shalat Subuh di Masjid? Mendidik untuk baca al-Qur'an setiap hari? Mau lihat PKS ya lihat perilaku kadernya. Itulah PKS yang sebenarnya," jelas Ustadz Abdurrohim (anak Ustadz ABB) di hidayatullah.com.

Mari kita sebarkan kebaikan dari sisi positif PKS. [cipks].

Entri Populer

 
News & Artikel Abu Hylmi © 2011 DheTemplate.com & Main Blogger. Supported by Makeityourring Diamond Engagement Rings

You can add link or short description here