Diberdayakan oleh Blogger.
 
Selasa, 20 November 2007

Merenung

0 komentar

“Merenung Di Usia 62 Tahun”

Sudah 62 tahun Indonesia merdeka. Hingar bingar aktivitas untuk menyambut ulang tahun Bangsa Indonesia terjadi di seantreo negeri. Mulai dari bersih-bersih lingkungan, menghias gapura, sejumlah instansi pemerintah juga dihiasi dengan atribut merah putih, serta berbagai perlombaan di sekup RT.
Jika disetarakan dengan usia manusia, Indonesia sudah cukup tua usianya. Namun nikmat kemerdekaan belum sepenuhnya dapat dirasakan oleh rakyat indonesia. Banyak sekali anak bangsa ini belum merasakan makna dari 62 tahun Indonesia merdeka. Lihat saja banyak sekali anak-anak negeri ini harus putus sekolah karena biaya sekolah sangat mahal. rakyat menunggu sampai kapan anak-anak negeri ini dapat masuk ke lembaga-lembaga pendidikan dengan gratis, dapat menikmati belajar dengan tenang untuk bekal di masa depan dengan harapan dapat merubah kehidupan menjadi lebih baik. Sudah 62 tahun Indonesia merdeka, pendidikan masih menjadi masalah serius, kita berharap dari peringatan kemerdekaan ini pendidikan Indonesia semakin maju, dan anak bangsa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pendidikan.
Pembangunan tidak diorientasikan pada peningkatan mutu pendidikan, tetapi lebih pada pembangunan yang berorientasi pada perut. Padahal pendidikan merupakan tolak ukur dari peradaban sebuah bangsa. Bangsa ini akan selamanya menjadi bangsa yang dianggap rendah oleh bangsa-bangsa lain. Selama bangsa ini tidak memprioritaskan dan menghargai dunia pendidikan.
Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang dijanjikan tidak sepenuhnya sampai ketujuan yang berhak, karena sekitar 60% masuk ke kantong-kantong oknum. Apalagi realisasi 20% dari APBN masih jauh panggang dari api, pemerintah belum serius untuk merealisasikannya, dengan alasan belum realistis. Tetapi bagaimana dengan anggaran-anggaran yang kurang bermanfaat untuk perbaikan bangsa? dengan mudahnya pemerintah menganggarkannya.
Pemerintah mengklaim bahwa angka pengangguran sudah berkurang. Namun dengan melihat fakta kasus lumpur Lapindo dan kasus PHK di perusahaan lainnya? Akibat dari kasus tersebut betapa banyak karyawan yang stres, ingin bunuh diri. Pemerintah seolah-olah tutup mata, belum memberikan solusi atau kebijakan yang dapat mengobati hati rakyat yang terluka.
Rakyat semakin hari selalu dihadapkan dengan permasalahan yang tidak menguntungkan. Perannya dalam negara semakin terasa tidak jelas karena selalu kalah oleh lindasan kekuasaan zalim. Masalah TKI yang tidak jelas penyelesaiannya, mereka hanya “diperas” oleh negara untuk pendapatan devisa negara, tetapi ketika terjadi permasalahan yang menimpa TKI/ TKW pemerintah tidak sigap dan seolah-olah tidak peduli. Betapa pilu para pendahulu kita jika melihat anak cucunya terlunta-lunta dan tersiksa menjadi kuli kasar di negeri orang. Mereka terpaksa melakukan semua itu karena negerinya yang subur makmur tidak dapat memberikan lahan-lahan untuk berkarya dengan membuka lapangan kerja produktif.
Belum lagi masalah penggusuran yang tak kunjung usai. Bagi pedagang kaki lima penggusuran menjadi monster yang menakutkan. Karena alasan keindahan kota masyarakat kecil di tindas semaunya tanpa kompromi, tanpa melihat kesusahan rakyat yang memang sudah sekarat. Pemerintah belum mau merangkul mereka agar mereka tenang dalam berdagang dan mampu bertahan hidup. Alasan keindahan kota adalah keharusan, tetapi memberikan rasa nyaman dan merdeka bagi rakyat kecil adalah keharusan lain yang harus menjadi prioritas utama pemerintah.
Fenomena demikian terjadi akbat penghianatan terhadap kedaulatan rakyat. Amanah diberikan namun kepercayaan tetap disia-siakan. Masih alergi kritik, karena mengharapkan pujian. Di depan rakyat menebar janji untuk memberikan hak rakyat yang teramanatkan oleh undang-undang. Ketika rakyat terlena prinsip-prinsip kolusi lah yang mendasari aktivitas mereka
Dimana letak kemerdekaan? Apakah hanya ketika memperingati hari kemerdekaan dengan upacara bendera saja?

Merenung

Kemerdekaan di perjuangkan dan dipertahankan oleh rakyat dengan cucuran keringat serta tetesan darah, pekikan takbir senantiasa mengiringi langkah perjuangan para pendahulu kita, “Merdeka atau Mati Syahid” adalah semboyannya. Para pendahulu kita rela mengorbankan harta dan nyawa demi tegaknya kemerdekaan demi masa depan bangsa Indonesia yang lebih baik.
Tapi bagaimana dengan anak cucu bangsa ini untuk mengisi ruang kemerdekaan. Betapa banyak anak negeri ini yang mengisi hari kemerdekaan dengan sesuatu yang justru membuat murka Allah. Bangsa ini melupakan akan hakikat dari kemerdekaan ini adalah pemberian kasih sayang dan karunia dari Allah SWT.
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar disebutkan, “atas berkat rahmat Allah yang Maha Pemurah dan Penyayang”, ini memberi penegasan bahwa bangsa Indonesia tidak akan merdeka tanpa campur tangan Allah SWT. Tapi bagai mana kita mensyukuri nikmat kemrdekaan ini, fenomena yang terjadi justru banyak aktivitas yang bertentangan dengan rasa syukur yang mendalam kepada Allah SWT.
Syukur vs Sukur
Syukur dengan Sya besar artinya berterima kasih atas pemberian Allah SWT, sedangkan Sukur dengan Sa kecil berarti Mabuk-mabukan. Jadi selama ini, sejak Indonesia merdeka sampai yang ke 62 tahun, memaknai hari kemerdekaan di isi dengan kegiatan ‘sukur bersama’ (mabuk-mabukan bersama-sama), aktivitas yang justru jauh dari kata syukur. Pantas saja bangsa Indonesia selalu dilanda berbagai bencana karena Allah SWT yang Maha Sayang pada rakyat Indonesia ingin memperingatkannya, agar bangsa ini tidak kufur nikmat.
Seharusnya untuk menyambut hari kemerdekaan banyak dilakukan perenungan tentang perjalanan bangsa Indonesia, banyak mengucapkan syukur dengan melakukan zikir, tahmid dan tahlil, mengagungkan akan kebesaran Allah SWT. Kalau bangsa ini ingin keluar dari berbagai problema yang melanda, maka harus ada perubahan yang signifikan dari seluruh rakyat, kita jangan hanya menghujat dan mengkritik pemerintah saja. Tetapi diri kita juga banyak masalah secara vertikal dengan Allah SWT. Salah satu perubahan itu adalah dengan melakukan Taubatan nasuha, “tubu Ilallah taubatan nasuha” yang artinya “taubatlah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya taubat” mulai dari sekup yang terkecil (lingkungan RT), dari lingkungan RT di giatkan untuk melakukan aktivitas yang positif. Karena selama ini baik pemerintah maupun rakyatnya bersama-sama melakukan aktivitas yang justru mendatangkan kemurkaan Allah SWT, yang memimpin tidak amanah, kemudian yang di pimpin gemar bermaksiat.
Jadikan momen 62 tahun Indonesia merdeka untuk memperbaiki kondisi bangsa ini. Jangan sampai di usia yang sudah tua ini, bangsa Indonesia ‘tidak cerdas’ dalam bersyukur kepada Allah SWT. Jangan sampai di usia yang cukup tua ini tidak pernah dewasa dalam mensikapi permasalahan bangsa. Sehingga tidak pernah keluar dari lingkaran keterpurukan bangsa karena anak cucu dari bangsa ini telah lupa akan hakikat kebesaran Allah SWT.

Entri Populer

 
News & Artikel Abu Hylmi © 2011 DheTemplate.com & Main Blogger. Supported by Makeityourring Diamond Engagement Rings

You can add link or short description here