Mungkin,
kita pernah membaca di koran atau melihat di televisi berita tentang tawuran antar pelajar, tawuran
antar kampung hingga antar gang-gang.
Biasanya, penyebab tawuran ini disebabkan oleh hal-hal
sepele yang bukan prinsip, namun harus dibayar dengan korban jiwa yang
semestinya tidak perlu terjadi.
Tawuran
sudah hampir menjadi epidemic yang mewabah ke gang-gang kampung yang notabene
dihuni orang-orang baik.
Dahulu,
istilah tawuran hanya dikenal oleh komunitas gank-gank, dan konotasi
kata gank sangat buruk artinya. Namun sekarang bahasa kekerasan itu juga dilakukan orang-orang baik yang
tinggal di gang-gang kampung
itu.
Tawuran
menjadi bahasa kekerasan yang seolah lumrah untuk mengejowantahkan emosi,
ketersinggungan, kemarahan, dan solidaritas yang tidak pada tempatnya.
Benarkah
masyarakat kita mudah tersingguh dan tersulut emosinya? Apa yang menyebabkan
mereka menjadi brutal, bahkan tak merasa bersalah ketika berhasil melukai lawan mereka. Seolah CINTA
sudah tercerabut dalam hati-hati mereka. Dan tergantikan dengan kebengisan,
kebencian dan dendam kesumat.
ADA APA INI?
Orang tua dahulu sering
mengungkapkan istilah kalau ada anak nakal atau susah diatur itu karena “SALAH KASIH MAKAN.”
Istilah
“Salah kasih makan” itu bukan berarti ketika anak minta nasi malah dikasih
batu, tapi hal itu sebagai ungkapan bahwa ada unsur HARAM yang dikonsumsi anak
itu.
Karena itu,
khalifah Umar bin Khoththob sangat marah kepada anaknya Abdullah bin Umar saat
mendengar ia menjual ternak untanya.
Apa yang
menyebabkan khalifah ke-3 ini sampai-sampai
mengucapakan “Celakalah kamu” hingga 3 kali?
Ceritanya
kurang lebih begini, saat itu Abdullah bin Umar membeli unta-unta dalam
keadaan kurus untuk
diternakkan, kemudian Abdullah bin Umar melepaskan unta-unta tersebut untuk
mencari makan sendiri, hingga beberapa tahun kemudian, setelah unta-unta itu
terlihat gemuk lalu Abdullah bin Umar menjualnya ke pasar.
Khalifah
Umar marah besar mendengar hal ini, karena menurut khalifah ke-3 ini seharusnya
Abdullah bin Umar harus menjual unta-unta itu dengan harga saat UNTA ITU KURUS
bukan HARGA saat UNTA ITU GEMUK, karena saat unta-unta itu digembakalan bisa
jadi makan rumput, dedauan milik orang lain.
Sebagai
misal, kalau harga unta kurus saat beli seharga Rp2 juta, dan unta saat gemuk dijual
dengan harga Rp10 juta. Maka yang menjadi hak miliknya adalah Rp2 juta dan Rp8
juta harus diserahkan ke Baitul Maal.
Subhanallah,
begitu hati-hatinya sikap khalifah ke-3 itu mengenai sumber makanan.
Dikisahkan
juga, saat Khalifah Umar sedang bekerja di ruangannya, datanglah salah satu
anaknya. Melihat anaknya yang datang sang Khalifah langsung mematikan lampu.
Melihat hal ini sang anak heran dan bertanya.
“Mengapa
ayah mematikan lampu ini,”?
Sang
khalifah menjawab dengan tegas, “Karena lampu ini milik negara, dan pembicaraan
kita untuk keperluan keluarga,”
Lagi-lagi mari
kita ucapkan Subhanallah.
Kemudian,
coba kita tengok pejabat pemerintah kita, tengoklah fasilitas yang digunakan
mereka dari kendaraan motor, mobil hingga fasilitas mewah lainnya. Sudah
seberapa teliti membedakan nama KEPENTINGAN KELUARGA dan mana KEPENTINGAN NEGARA?
BONGKAR DENGAN BUDAYA CINTA
Bagi kepala rumah tangga, jika
mengaku CINTA pada anak, istri dan keluarga, carilah sumber rezeki dengan
cara-cara yang HALAL. Karena perilaku buruk anak, istri bisa jadi karena
mengkonsumsi makanan HARAM.
Bagi pejabat pemerintah, jika
mengaku MENCINTAI rakyat, apakah sudah bisa membedakan mana kepentingan
keluarga dan mana kepentingan negara.
#Keingetan Khutbah Jumat jilid 2 kemarin.
@Mbari sarapan bubur ayam dan minum obat, recovery
efek demam kemarin.
Posting Komentar