Diberdayakan oleh Blogger.
 
Selasa, 16 April 2013

BONGKAR KEMARAHAN DENGAN CINTA

0 komentar

Mungkin, kita pernah membaca di koran atau melihat di televisi  berita tentang tawuran antar pelajar, tawuran antar kampung hingga antar gang-gang.

Biasanya,  penyebab tawuran ini disebabkan oleh hal-hal sepele yang bukan prinsip, namun harus dibayar dengan korban jiwa yang semestinya tidak perlu terjadi.

Tawuran sudah hampir menjadi epidemic yang mewabah ke gang-gang kampung yang notabene dihuni orang-orang baik. 

Dahulu, istilah tawuran hanya dikenal oleh komunitas gank-gank, dan konotasi kata gank sangat buruk artinya. Namun sekarang bahasa kekerasan itu juga dilakukan orang-orang baik yang tinggal di gang-gang kampung itu. 

Tawuran menjadi bahasa kekerasan yang seolah lumrah untuk mengejowantahkan emosi, ketersinggungan, kemarahan, dan solidaritas yang tidak pada tempatnya.

Benarkah masyarakat kita mudah tersingguh dan tersulut emosinya? Apa yang menyebabkan mereka menjadi brutal, bahkan tak merasa bersalah ketika  berhasil melukai lawan mereka. Seolah CINTA sudah tercerabut dalam hati-hati mereka. Dan tergantikan dengan kebengisan, kebencian dan dendam kesumat.

ADA APA INI?
Orang tua dahulu sering mengungkapkan istilah kalau ada anak nakal atau susah diatur itu karena “SALAH KASIH MAKAN.”

Istilah “Salah kasih makan” itu bukan berarti ketika anak minta nasi malah dikasih batu, tapi hal itu sebagai ungkapan bahwa ada unsur HARAM yang dikonsumsi anak itu.

Karena itu, khalifah Umar bin Khoththob sangat marah kepada anaknya Abdullah bin Umar saat mendengar ia menjual ternak untanya.

Apa yang menyebabkan khalifah ke-3 ini sampai-sampai  mengucapakan “Celakalah kamu” hingga 3 kali?

Ceritanya kurang lebih begini, saat itu Abdullah bin Umar membeli unta-unta dalam keadaan kurus untuk diternakkan, kemudian Abdullah bin Umar melepaskan unta-unta tersebut untuk mencari makan sendiri, hingga beberapa tahun kemudian, setelah unta-unta itu terlihat gemuk lalu Abdullah bin Umar menjualnya ke pasar.

Khalifah Umar marah besar mendengar hal ini, karena menurut khalifah ke-3 ini seharusnya Abdullah bin Umar harus menjual unta-unta itu dengan harga saat UNTA ITU KURUS bukan HARGA saat UNTA ITU GEMUK, karena saat unta-unta itu digembakalan bisa jadi makan rumput, dedauan milik orang lain.

Sebagai misal, kalau harga unta kurus saat beli seharga Rp2 juta, dan unta saat gemuk dijual dengan harga Rp10 juta. Maka yang menjadi hak miliknya adalah Rp2 juta dan Rp8 juta harus diserahkan ke Baitul Maal.
Subhanallah, begitu hati-hatinya sikap khalifah ke-3 itu mengenai sumber makanan.

Dikisahkan juga, saat Khalifah Umar sedang bekerja di ruangannya, datanglah salah satu anaknya. Melihat anaknya yang datang sang Khalifah langsung mematikan lampu. Melihat hal ini sang anak heran dan bertanya.
“Mengapa ayah mematikan lampu ini,”? 

Sang khalifah menjawab dengan tegas, “Karena lampu ini milik negara, dan pembicaraan kita untuk keperluan keluarga,”

Lagi-lagi mari kita ucapkan Subhanallah.

Kemudian, coba kita tengok pejabat pemerintah kita, tengoklah fasilitas yang digunakan mereka dari kendaraan motor, mobil hingga fasilitas mewah lainnya. Sudah seberapa teliti membedakan nama KEPENTINGAN KELUARGA dan mana KEPENTINGAN  NEGARA?

BONGKAR DENGAN BUDAYA CINTA
Bagi kepala rumah tangga, jika mengaku CINTA pada anak, istri dan keluarga, carilah sumber rezeki dengan cara-cara yang HALAL. Karena perilaku buruk anak, istri bisa jadi karena mengkonsumsi makanan HARAM.

Bagi pejabat pemerintah, jika mengaku MENCINTAI rakyat, apakah sudah bisa membedakan mana kepentingan keluarga dan mana kepentingan negara.

#Keingetan Khutbah Jumat jilid 2 kemarin.

@Mbari sarapan bubur ayam dan minum obat, recovery efek demam kemarin.

Entri Populer

 
News & Artikel Abu Hylmi © 2011 DheTemplate.com & Main Blogger. Supported by Makeityourring Diamond Engagement Rings

You can add link or short description here