Diberdayakan oleh Blogger.
 
Jumat, 16 Oktober 2009

Wahai Suamiku, Berjalanlah Seperti Rasulullah

0 komentar
Ketika awal pernikahan, saya dan isteri berkomitmen untuk saling mengingatkan dan menasehati jika ada yang lalai dalam hal ibadah atau dalam hal lainnya. Tak terasa kini usia pernikahan kami sudah berjalan lebih dari satu tahun. Ketika mengarungi bahtera pernikahan saya menemukan keunikan pada sosok wanita sederhana ini. Seiring berjalannya waktu ternyata kami sering berbeda pendapat dalam berbagai hal. Sebagai contoh isteri saya itu sangat ’cerewet’ ketika melihat saya mau sholat berjamaah di masjid tapi tidak pakai baju koko, padahal saya termasuk orang yang tidak memperdulikan penampilan. Selain itu, wanita pendampingku ini kalau berjalan sangat cepat, saya sering tertinggal jauh dibelakang jika suatu saat sedang berjalan dengannya. Dan biasanya perbedaan ritme berjalan saat moment tertentu sering memicu ’percekcokan’ yang berujung pada ’perang dingin’. Pernah suatu hari saat bersilaturahmi ke salah satu ustadz, sang isteri berjalan melesat meninggalkan saya beberapa meter. Padahal dalam hati sebenarnya saya ingin berjalan beriringan dan bergandengan tangan. ”Makanya mas, kalau mau bergandengan tangan jalannya dipercepat dooong!. Seperti jalannya Rasulullah,” ujar isteri suatu ketika.

Saya terkejut. Frase “Berjalan seperti jalannya Rasulullah” itu begitu membekas dibenak saya. Sepanjang perjalanan berfikir apakah ada yang salah dengan cara berjalan saya?. Dan apakah ini rahasianya kenapa jika berjalan berdua, isteri saya selalu terdepan?. Setelah sampai dirumah, saya langsung menuju perpustakaan kecil hasil koleksi sejak kuliah dulu. Mata saya tertuju pada buku "Nasihat Indah Untuk Suami Istri" karya Syekh Umar Bakri Muhammad, Beliau mengatakan ketika mengarungi bahtera pernikahan, dibutuhkan pemahaman mengenai cara memelihara pernikahan agar tetap harmonis dan tahan terhadap badai ujian.

Ada yang mengatakan, usia pernikahan bukanlah parameter untuk mengetahui keseluruhan sifat dan kebiasaan pasangan kita. Karena ada pasangan yang sudah menikah pululan tahun tapi ‘radar hati’ belum bisa menangkap secara utuh sesuatu yang disuka maupun yang dibenci oleh pasangan. Karena itu dibutuhkan keterbukaan dan kran komunikasi yang efektif, sebab biduk rumah tangga bisa menjadi neraka jika hubungan komunikasi dalam keluarga itu tidak terbangun dengan baik. Seorang teman pernah berkata, kelancaran dalam kran komunikasi adalah sebagian dari kesuksesan untuk menjalin keharmonisan sebuah keluarga.

Dengan berterus terangnya isteri, bahwa dia lebih menyukai saya kalau berjalan itu yang cepat tidak seperti berjalannya orang lemas, seumpama sepotong kayu yang diangkut. Mengingatkan saya bahwa saya harus terus meningkatkan relationship dengan pasangan hidupku ini. Menghidupkan radar hati untuk menangkap sinyal-sinyal perasaan isteri yang tersirat di wajah dan terkadang tidak bisa diterjemahkan oleh mata. Mau tak mau saya harus menyeimbangkan dan menyamakan keinginan. Apalagi sesuatu yang disukai isteri itu adalah sunnah Rasulullah SAW. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menyebutkan di dalam Al-Hadyi ada sepuluh macam cara berjalan, diantaranya adalah yang paling baik dan yang paling sempurna adalah berjalan at-takaffu’ dan at-taqallu’, seperti keadaan orang yang turun dari ash-shabab (tempat yang miring atau curam), dan cara jalan ini adalah cara jalannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sebagai seorang muslim, kita tentu sepakat bahwa Rasulullah SAW adalah suri tauladan yang sempurna. Dan pastinya jika mengaku umat beliau SAW akan berusaha mengikuti jejak beliau dengan jalan mengikuti sunnah-sunnah Nabi. Seperti yang dikatakan Aisyah Rodhiyallahuanha mengatakan bahwa akhlak Rasulullah adalah “Al-Qur’an”. Tidak satu perkataan Rasulullah merupakan implementasi dari hawa nafsu beliau, melainkan adalah berasal dari wahyu ilahi. Begitu halus dan lembutnya perilaku keseharian beliau. Maka tak heran, dalam sebuah buku 100 tokoh berpengaruh di dunia menempatkan Rasulullah pada urutan pertama.

Saya yakin bahwa teguran istri agar cara berjalan saya dirubah adalah untuk keharmonisan keluarga juga. Dengan menyamakan ritme langkah kaki, saya bisa berjalan disampinya dan bergandengan tangan. Apalagi cara berjalan seperti keadaan orang yang turun dari ash-shabab (tempat yang miring atau curam) dicontohkan oleh Kanjeng Nabi Muhammad. Sebagai pengikut ajaran beliau, tentu dengan sekuat kemampuan untuk mempraktekkan sunnah-sunnahnya. Sungguh menyenangkan ya, saling menasehati dan bekerja sama dalam melakukan ibadah kepada Allah SWT dan mengikuti sunnah Nabi dalam keluarga, walau kelihatan sepele dan ringan seperti mengikuti cara berjalan Rasulullah SAW. Tapi dengan ini keharmonisan keluarga bertambah kuat.***

Terimakasih Yayang.

Bumi Allah, 17 Oktober 2009.

Entri Populer

 
News & Artikel Abu Hylmi © 2011 DheTemplate.com & Main Blogger. Supported by Makeityourring Diamond Engagement Rings

You can add link or short description here