Diberdayakan oleh Blogger.
 
Rabu, 07 November 2007

zakat produktif, solusi pengurangan kemiskinan

2 komentar

Zakat Produktif, Solusi Alternatif Pengurangan Kemiskinan

Oleh : Sucipto

RELAWAN RUMAH ZAKAT INDONESIA CABANG TANGERANG

Menurut berita resmi statistik menyatakan bahwa, “jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan) di Indonesia pada tahun 2006 sebesar 39,05 juta (17,75%). Di bandigkan dengan penduduk miskin pada tahun 2005 yang berjumlah 35,10 juta (15,97%), berarti jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 %.

Data diatas menginformasikan bahwa tingkat hidup penduduk miskin Indonesia dari tahun ke tahun belum mengalami penurunan secara signifikan, dan bisa jadi semakin hari bertambah jumlah penduduk miskinnya dengan melihat realitas kondisi perekonomian Indonesia yang belum stabil, angka pengangguran yang setiap tahun bertambah, di tambah dengan kebijakan PHK oleh perusahaan yang sedang kolaps (declean). Janji-janji pemerintah untuk berkomitmen mengurangi jumlah angka penduduk miskin belum menampakkan keseriusannya, malah fakta yang terjadi justru pemerintah menambah deretan derita penduduk miskin dengan mengeluarkan kebijakan yang tidak populer (Kebijakan impor beras, menaikkan tarif BBM dan TDL, dan sebagainya).

Masalah kemiskinan memang menjadi tanggung jawab negara. Sebagai bagian dari anggota masyarakat, tentu kita tidak boleh hanya mengutuk keadaan, menyalahkan pemerintah. Tetapi harus ada ikhtiar insaniyah dari kelompok/anggota masyarakat yang peduli dengan kondisi sosial masyrakat. Dalam Undang-Undang memang disebutkan bahwa, “fakir miskin dan anak-anak terlantar di pelihara oleh negara”. Bukan berarti kita berpangku tangan melihat kondisi yang ada. Tetapi bagaimana mengoptimalkan potensi yang ada guna membantu pemerintah mengurangi jumlah penduduk miskin. Salah satu caranya adalah dengan mengoptimalkan peran Lembaga Amil Zakat (LAZ) baik yang pemerintah maupun swasta untuk mendistribusikan dana zakat guna usaha yang produktif.

Salah satu sisi ajaran Islam yang belum ditangani secara serius adalah penanggulangan kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah dalam arti seluas-luasnya. Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW serta penerusnya di zaman keemasan Islam. Padahal ummat Islam ( Indonesia ) sebenarnya memiliki potensi dana yang sangat besar.

Penunaian zakat bagi umat Islam Indonesia telah lama dilaksanakan sebagai dorongan pengamalan dan penyempurnaan ajaran agamanya, walaupun pelaksanaan dan pemberdayaannya masih bersifat tradisional, akan tetapi lambat laun dalam perkembangannya mulai disadari bahwa jumlah umat Islam yang mayoritas sebenarnya zakat merupakan sumber dana potensial namun belum dimanfaatkan dan dikelola dengan baik, terpadu, optimal dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ummat(masyarakat).
Zakat pada awalnya dikelola oleh Dewan Kesejahteraan Masjid (DKM), kini dikelola secara profesional oleh Lembaga Pengelola Zakat. Pembentukan Lembaga Amil Zakat (LAZ) oleh DKM biasanya hanya beroprasi pada awal bulan Ramadhan saja untuk menarik zakat fitrah. Selepas ramadhan tuntas pula tugas LAZ.

Dulu kita hanya mengenal zakat konsumtif. Zakat konsumtif yaitu zakat yang diberikan kepada mustahiq untuk dimanfaatkan langsung oleh yang bersangkutan, seperti zakat fitrah yang dibagikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari , atau zakat harta yang dibagikan diberikan kepada korban bencana alam seperi bencana gempa, banjir, tanah longsor, dan gelombang tsunami di Aceh.

Kini, setelah adanya UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, memberi peluang besar untuk pengelolaan zakat oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ) secara profesional. Dengan adanya UU tersebut saat ini bermunculan Lembaga Amil Zakat (BAZNAS Dompet Dhuafa, LAZ Rumah Zakat Indonesia, DPU DT,dll). Maka dikampanyekanlah zakat produktif, Dirjen Bimas Islam DEPAG RI (2003:111) menyatakan : ”Untuk usaha-usaha yang produktif, zakat dapat di jadikan suatu usaha untuk mengurangi kemiskinan, yang diharapkan suatu saat bisa menjadi muzakki, bukan mustahiq lagi.

Ketika muzakki memberikan zakatnya kepada Lembaga Pengelola Zakat (LAZ) , maka LAZ yang akan mendistribusikan dana zakat tersebut. Pendistribusian itu tergantung kepada kebijakan Lembaga Pengelola Zakat yang bersangkutan. Jadi sejauh mana peran LAZ saat ini dalam memaksimalkan harta zakat produktif, mengingat lapangan kerja yang begitu sempit, dan tingginya angka pengangguran, maka pendistribusian zakat untuk peningkatan sektor riil dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat diharapkan dapat membuka lapangan kerja baru serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan seterusnya jumlah penduduk miskin Indonesia dapat berkurang.

Zakat : Strategi Baru Pembangunan

Menurut Dawam Raharjo dkk dalam bukunya ’Islam dan Kemiskinan’ mengatakan : ”Dalam gagasan strategi pembangunan yang baru, yang disebut basic Strategy timbul gagasan untuk melakukan sesuatu yang disebut ”Pengalihan Konsumsi”(transfer of consumption), ”Pengalihan pendapatan”(transfer of income), ”Pengalihan Kekayaan”(transfer of wealth), ”Pengalihan Investasi”,(transfer of invest) ataupun ”Pembagian kembali kekuasaan”(redistribution of powers). Maksudnya adalah bahwa hendaknya program-program pembangunan itu ditujukan dan dapat diambil manfaatnya secara langsung oleh golongan yang paling miskin dan paling lemah. Juga dimaksudkan agar golongan yang kaya dan kuat dikurangi kekuatannya secara relatif, dengan meningkatkan kemampuan dan kekuasaan lapisan yang paling miskin. Disinilah pengalihan kemampuan dan kekuasaan berjalan seiring dengan pengalihan kekayaan, pendapatan, konsumsi dan investasi.”

Agar dana-dana yang berhasil dikumpulkan dari berbagai institusi pengumpulan harta Islam (BAZNAS atau LAZ) ada pengaruhnya dalam melenyapkan kemiskinan, maka ada satu pertanyaan yang harus dijawab : seberapakah yang harus diberikan kepada fakir dan miskin?

Imam Nawawi berkata dalam kitab Al-Majmu’: ”Masalah kedua adalah dalam menentukan bagian zakat untuk orang fakir dan miskin. Sahabat-sahabat kami orang-orang Irak dan Khurasan telah berkata : ’Apa yang diberikan kepada orang fakir dan miskin, hendaklah dapat mengeluarkan mereka dari lembah kemiskinan kepada taraf hidup yang layak.’ Ini berarti ia mesti menerima sejumlah barang atau uang tunai yang dapat memenuhi semua kebutuhannya.”

Peran LAZ

Dengan banyaknya Lembaga Amil Zakat yang bermunculan tentu dapat memberikan angin segar dalam hal penanggulangan/pengurangan angka kemiskinan, lembaga tersebut dapat menjadi mitra pemerintah untuk mengadakan penyuluhan terhadap penduduk miskin. Beban berat pemerintah dapat terkurangi, memutus mata rantai birokrasi pemerintah ketika akan mendistribusikan bantuan, karena biasanya tiap Lembaga Amil Zakat mempunyai pasukan Relawan yang berfungsi sebagai penyalur/distributor yang akan terjun langsung ke lapangan memberikan bantuan yang bersifat konsumtif (biasanya dikemas dengan acara Baksos/Aksos dan pengobatan gratis dll), untuk bantuan yang bersifat produktif biasanya lembaga zakat akan memberikan pendampingan, pendidikan, pengamatan, dan evaluasi terhadap usaha yang dikelola oleh mustahiq, dengan tujuan sektor usaha tersebut dapat berjalan secara optimal, dan harapannya adalah usaha-usaha yang dibiayai oleh Lembaga Amil Zakat dapat meningkat sehingga tingkat kesejahteraan ekonomi mustahiq (fakir dan miskin) dapat meningkat. dan tentunya dengan peningkatan usaha dan kesejahteraan tersebut akan terjadi perubahan kondisi dari mustahiq (fakir dan miskin) menjadi muzakki (orang yang wajib mengeluarkan zakat). Dan ini berarti aplikasi distribusi zakat tersebut sudah tepat guna dan sasaran

Mengoptimalkan Zakat Produktif

Mengacu pada filosofi ”Berikan kailnya, bukan ikannya”, tentu saja pemberian zakat produktif sangat bagus untuk kehidupan ekonomi jangka panjang mustahiq. Namun harus diperhatikan pula kebutuhan konsumtif mustahiq saat ini. Jika saat ini mustahiq sangat membutuhkan ”ikan” tetapi diberikan kail, maka akan terjadi kelaparan. Jika dia tetap tidak mendapatkan makanan untuk dikonsumsi , maka bisa jadi dia akan mati kelaparan. Yang terbaik adalah memberikan kepada mustahiq ikannya hari ini, dan berikan kailnya untuk kehidupan ekonominya esok.

Jadi seharusnya, peran Lembaga Amil Zakat yang ada sekarang jangan hanya memberikan zakat konsumtif an-sich karena hal itu tidak akan mendidik mustahiq merubah kondisinya (miskin), tetapi dengan mengoptimalkan harta zakat untuk di distribusikan kepada fakir miskin untuk bantuan usaha (zakat produktif). Sehingga diharapkan dengan bantuan dana zakat tersebut dapat membantu masyarakat miskin membuka lapangan kerja, sehingga perekonomian di sektor riil dapat berkembang dan taraf hidup orang-orang yang termarjinalkan dapat terangkat dari sisi ekonominya.

Karena itu, zakat memiliki kesempatan terbuka bagi suatu program pemberantasan kemiskinan secara efektif. Zakat perlu dikaitkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang paling relevan, misalnya tentang doktrin yang menghendaki jangan sampai terjadi konsentrasi kekayaan dan peredaran yang melingkar di sekitar golongan elite, juga hadist Nabi saw yang menjelaskan fungsi zakat, yaitu mengalihkan kekayaan dari kelompok kaya ke golongan miskin. Ini berkaitan juga dengan ayat yang memerintahkan ta’awun (kerjasama dalam kebaikan), fakkuraqabah (membebaskan orang dari perbudakan), birr (berbuat kebajikan umum), ihsan (memperbaiki dan membaikan sesuatu) ta’amul miskin (memberi kesempatan kepada orang-orang miskin untuk melakukan konsumsi terhadap kebutuhan yang paling dasar), dan sebagainya. Masalahnya adalah, bagaimana menyelenggarakan zakat secara efektif dan efesien. Wallahua’lam.

2 Responses so far.

  1. Assalamualaikum...
    Artikelnya bagus....
    Semoga perjuangan yg melalui tulisan ini membawa berkah..
    Wassalamualaikum

  2. Assalamualaikum...
    Artikelnya bagus....
    Semoga perjuangan yg melalui tulisan ini membawa berkah..
    Wassalamualaikum

Entri Populer

 
News & Artikel Abu Hylmi © 2011 DheTemplate.com & Main Blogger. Supported by Makeityourring Diamond Engagement Rings

You can add link or short description here