BUTUH KEBERANIAN EKSTRA (2)
Cip
Keberanian itu harus dimunculkan, belenggu dan kabut hitam yang menutupi pikiran dan hati harus di cuci lagi dengan suasana rukhiyah yang dapat menentramkan jiwa, menyegarkan pikiran. Selama ini saya merasa sudah banyak meninggalkan amalan sholeh yang dulu ketika masih aktifis mahasiswa mudah untuk beribadah mendekat pada-Nya, mudah mulut ini untuk zikrullah, mudah bibir ini untuk menyelesaikan tilawah minimal satu juz perhari, mudah tubuh ini untuk bangun di ujung malam menyambut hidangan dari Robb yang menguasai alam tidur, sholat berjama’ah tidak pernah absen. Jiwa ini lebih tentram, setiap bait do’a lebih mudah terkabulkan.
Kini semangat itu entah kemana, hari ini kudapatkan diri ini sepi dari suasana ibadah, betapa ringkih jiwa ini. Ketentraman jiwa berubah menjadi suasana emosional karena energi negatif lebih banyak berpengaruh dan membelenggu pikiranku, sehingga diri ini lebih mudah diperbudak oleh nafsu, hasrat nafsu lebih mendominasi dan merajai hati dan pikiranku. Mungkin syaitan-syaitan itu sedang tertawa terbahak-bahak penuh kemenangan melihat diri ini tak berdaya melawan nafsu syaithoniyah (ya Allah yang Maha Pengampun, ampunilah segala dosa dan kekhilafanku, ampunilah kelemahan hamba-Mu) sehingga brainstorming dalam mengeksplorasikan intelektualku menjadi tumpul. Antara kemaksiatan atau keringkihan jiwa berjalan berbanding lurus dengan ketumpulan berfikirku. Saya merasa kecerdasan yang diberikan oleh zat Yang Maha Cerdas menjadi hilang perlahan, ku dapati diri ini bukan diri yang dulu, yang selalu kritis melihat dan membaca kondisi sosial masyarakat yang sedang terjadi. Aahh..kecerdasan itu berubah menjadi kedunguan dan kebodohan…kenapa saya harus menzalimi diriku sendiri…?
Mungkinkah itu semua yang menyebabkan saya menjadi pengecut dan penakut ketika ingin mengkomunikasikan keinginan untuk meminta ‘SIM’ pada orang tua?, bisa jadi seperti itu.
Catatan sejarah kegelapanku harus segera saya akhiri. Saya harus bangkit dari keterpurukan ini. Astaghfirullahal’azim.
Dalam renungan panjang……
Sebait kata dari hamba yang Lemah
Dalam sebuah perjalan panjang
Yang penuh dengan kegelapan
Pelita tidak kudapatkan dalam jiwa
Aku menjadi linglung dan tersesat
Semakin jauh…
Dalam perjalanan yang gelap itu…
Ku dapati lubang yang mengaga
Di tepi kanan, kiri jalan dan tengahnya…
Setiap jengkalnya adalah batu-batu besar yang tajam
Yang siap mengoyak kulitku,
Dalam kegelapan itu aku menggigil ketakutan…
Tak ada orang sepanjang jalan yang mau memberikan cahaya
Aku sendiri di sunyi gelap..
Selangkah ku berjalan
Aku terperosok kedalam lubang jalanan
Berdarah-darah tubuh ini…
Tergores batu jalanan…
Sesaat aku bangkit
Diantaraletihnya jiwa
Melihat setitik cahaya di kejauhan kilo meter..
Ingin aku mendekat…
Tapi terasa berat, pekatnya malam
Aku kehilangan arah
Dimana jalan yang dapat menghantarkan ke cahaya itu?
Dalam kekhawatiran dan keterputusaan
Begitu dingin membelai jiwaku yang terluka
Dan membisikan halus di sukmaku
“La yukalifullahu nafsan illa wus’aha”
Allah Yang Maha Rahman dan Rahim,
Tidak akan membebankan kepada hamba-Nya,
Melainkan dengan kesanggupannya.
Mungkin ini adalah episode menukiknya keimanan
Yang akan dilewati,
Dalam mangkuk kehidupan.
Bisikan itu seperti pelita,
Yang menerangi penglihatan jiwa dan pikiranku.
Melanjutkan perjalanan panjang
Menuju cahaya yang terang
Ya Allah…
Ampuni hamba yang klilaf dan lemah ini
Sesungguhnya hamba tersesat tanpa petunjuk-Mu
Aku ingin menjadi manusia baru
Yang bermanfaat bagi kehidupan…
Aamiin ….
(BERSAMBUNG)….
Posting Komentar